Oleh : Annie N. Hutagalung
NIM : 111201077
NIM : 111201077
BAB
I. PENDAHULUAN
Kelapa sawit adalah tumbuhan industri penting penghasil minyak masak,
minyak industri, maupun bahan bakar (biodiesel). Perkebunan
yang menghasilkan
keuntungan besar sehingga banyak hutan dan perkebunan lama dikonversi menjadi
perkebunan kelapa sawit. Indonesia adalah penghasil minyak kelapa sawit
terbesar di dunia. Di Indonesia penyebarannya di daerah Aceh, pantai timur Sumatra, Jawa, dan Sulawesi.
Kelapa sawit
berbentuk pohon. Tingginya
dapat mencapai 24 meter. Akar serabut tanaman
kelapa sawit mengarah ke bawah dan samping. Selain itu juga terdapat beberapa
akar napas yang tumbuh mengarah ke samping atas untuk mendapatkan tambahan
aerasi. Seperti jenis palma lainnya, daunnya tersusun majemuk menyirip. Daun berwarna
hijau tua dan pelepah berwarna sedikit lebih muda. Penampilannya agak mirip
dengan tanaman salak, hanya saja
dengan duri yang tidak terlalu keras dan tajam. Batang tanaman diselimuti bekas
pelepah hingga umur 12 tahun. Setelah umur 12 tahun pelapah yang mengering akan
terlepas sehingga penampilan menjadi mirip dengan kelapa.
Buah sawit
mempunyai warna bervariasi dari hitam, ungu, hingga merah tergantung bibit yang
digunakan. Buah bergerombol dalam tandan yang muncul dari tiap pelapah. Minyak
dihasilkan oleh buah. Kandungan minyak bertambah sesuai kematangan buah.
Setelah melewati fase matang, kandungan asam lemak bebas (FFA, free
fatty acid) akan meningkat dan buah akan rontok dengan sendirinya. Kelapa sawit berkembang biak dengan cara generatif. Buah
sawit matang pada kondisi tertentu embrionya akan berkecambah menghasilkan
tunas (plumula) dan bakal akar (radikula).
Ø Syarat Tumbuh kelapa sawit
Habitat
aslinya adalah daerah semak belukar. Sawit dapat tumbuh dengan baik di daerah
tropis (15° LU - 15° LS). Tanaman ini tumbuh sempurna di ketinggian 0-500 m
dari permukaan laut dengan kelembaban 80-90%. Sawit membutuhkan iklim dengan curah hujan stabil,
2000-2500 mm setahun, yaitu daerah yang tidak tergenang air saat hujan dan tidak kekeringan saat kemarau. Pola curah hujan
tahunan memengaruhi perilaku pembungaan dan produksi buah sawit.
Ø
Hama dan
penyakit kelapa sawit
Faktor yang
dapat menyebabkan penurunan hasil produksi pada tanaman kelapa sawit
diantaranya hama dan penyakit. Serangan hama utama ulat pemakan daun kelapa
sawit, yakni ulat api (Lepidoptera: Limacodidae) dan ulat kantung (Lepidoptera:
Psychidae). Potensi kehilangan hasil yang disebabkan kedua hama ini dapat
mencapai 35%. Jenis ulat api yang paling banyak ditemukan di lapangan
adalah Setothosea asigna, Setora nitens, Darna
trima, Darna diducta dan Darna bradleyi. Selain
hama, penyakit juga menimbulkan masalah pada pertanaman kelapa sawit. Penyakit
busuk pangkal batang yang disebabkan oleh infeksi cendawan Ganoderma
boninense merupakan penyakit penting yang menyerang kebun-kebun kelapa
sawit. Cendawan G. boninense merupakan patogen tular tanah
yang merupakan parasitik fakultatif dengan kisaran inang yang luas dan
mempunyai kemampuan saprofitik yang tinggi.
Ø
Tipe kelapa
sawit
Kelapa sawit
yang dibudidayakan pada umumnya terdiri
dari dua jenis kelapa sawit : E. guineensis dan E.
oleifera. Jenis pertama yang terluas
dibudidayakan orang. dari kedua species kelapa sawit ini memiliki keunggulan
masing-masing. Jenis E. guineensis memiliki produksi yang
sangat tinggi dan jenis E. oleifera
memiliki tinggi tanaman yang rendah. banyak orang sedang menyilangkan kedua
species ini untuk mendapatkan species yang tinggi produksi dan gampang dipanen.
E. oleifera sekarang mulai dibudidayakan pula untuk menambah
keanekaragaman sumber daya genetik.
Ø
Hasil
tanaman
Minyak sawit
digunakan sebagai bahan baku minyak makan, margarin, sabun, kosmetika, industri baja, kawat, radio, kulit dan industri
farmasi. Minyak
sawit dapat digunakan untuk begitu beragam peruntukannya karena keunggulan
sifat yang dimilikinya yaitu tahan oksidasi dengan tekanan tinggi, mampu
melarutkan bahan kimia yang tidak larut oleh bahan pelarut lainnya, mempunyai
daya melapis yang tinggi dan tidak menimbulkan iritasi pada tubuh dalam bidang
kosmetik.
Bagian yang
paling populer untuk diolah dari kelapa sawit adalah buah. Bagian daging buah
menghasilkan minyak kelapa sawit mentah yang
diolah menjadi bahan baku minyak goreng dan
berbagai jenis turunannya. Kelebihan minyak nabati dari sawit adalah harga yang
murah, rendah kolesterol, dan
memiliki kandungan karoten tinggi.
Minyak sawit juga diolah menjadi bahan baku margarin.
Minyak inti
menjadi bahan baku minyak alkohol dan
industri kosmetika. Bunga dan
buahnya berupa tandan, bercabang banyak. Buahnya kecil, bila masak berwarna
merah kehitaman. Daging buahnya padat. Daging dan kulit buahnya mengandung
minyak. Minyaknya itu digunakan sebagai bahan minyak goreng, sabun, dan lilin. Ampasnya
dimanfaatkan untuk makanan ternak. Ampas yang disebut bungkil inti sawit itu digunakan sebagai salah
satu bahan pembuatan makanan ayam. Tempurungnya digunakan sebagai bahan bakar
dan arang.
Buah
diproses dengan membuat lunak bagian daging buah dengan temperatur 90 °C.
Daging yang telah melunak dipaksa untuk berpisah dengan bagian inti dan
cangkang dengan pressing pada mesin silinder berlubang. Daging inti dan
cangkang dipisahkan dengan pemanasan dan teknik pressing. Setelah itu dialirkan
ke dalam lumpur sehingga sisa cangkang akan turun ke bagian bawah lumpur. Sisa
pengolahan buah sawit sangat potensial menjadi bahan campuran makanan ternak dan
difermentasikan menjadi kompos.
BAB
II. ISI
Sejarah perkebunan kelapa sawit
Kelapa sawit
didatangkan ke Indonesia oleh pemerintah Hindia Belanda pada
tahun 1848. Beberapa bijinya ditanam di Kebun Raya Bogor, sementara
sisa benihnya ditanam di tepi-tepi jalan sebagai tanaman hias di Deli, Sumatera Utara pada tahun 1870 an. Pada saat yang bersamaan meningkatlah permintaan minyak nabati akibat Revolusi Industri pertengahan abad ke-19. Dari sini
kemudian muncul ide membuat perkebunan kelapa sawit berdasarkan tumbuhan
seleksi dari Bogor dan Deli, maka dikenallah jenis sawit "Deli Dura".
Pada tahun
1911, kelapa sawit mulai diusahakan dan dibudidayakan secara komersial dengan
perintisnya di Hindia Belanda adalah Adrien Hallet, seorang Belgia, yang lalu
diikuti oleh K. Schadt. Perkebunan kelapa sawit pertama berlokasi di Pantai
Timur Sumatera (Deli) dan Aceh. Luas areal perkebunan mencapai
5.123 ha. Pusat
pemuliaan dan penangkaran kemudian didirikan di Marihat (terkenal
sebagai AVROS), Sumatera Utara dan di Rantau Panjang, Kuala Selangor, Malaya pada
1911-1912. Di Malaya, perkebunan pertama dibuka pada tahun 1917 di Ladang
Tenmaran, Kuala Selangor menggunakan
benih dura Deli dari Rantau Panjang.
Usaha
peningkatan pada masa Republik dilakukan dengan program Bumil (buruh-militer)
yang tidak berhasil meningkatkan hasil, dan pemasok utama kemudian diambil alih
Malaya (laluMalaysia). Baru
semenjak era Orde Baru perluasan
areal penanaman digalakkan, dipadukan dengan sistem PIR Perkebunan. Perluasan
areal perkebunan kelapa sawit terus berlanjut akibat meningkatnya harga minyak
bumi sehingga peran minyak nabati meningkat sebagai energi alternatif.
Prospek
Bisnis Komoditi Kelapa Sawit
Pengembangan
agribisnis kelapa sawit merupakan salah satu langkah yang sangat diperlukan
sebagai kegiatan pembangunan subsektor perkebunan dalam rangka
revitalisasi sektor pertanian. Perkembangan pada berbagai subsistem yang
sangat pesat pada agribisnis kelapa sawit sejak menjelang akhir tahun 1970-an
menjadi bukti pesatnya perkembangan agribisnis kelapa sawit. Dalam
dokumen praktis ini digambarkan prospek pengembangan agribisnis saat ini hingga
tahun 2010, dan arah pengembangan hingga tahun 2025. Masyarakat luas,
khususnya petani, pengusaha, dan pemerintah dapat menggunakan dokumen praktis
ini sebagai acuan.
Dokumen praktis ini didahului dengan penyajian peranan sektor pertanian, subsektor perkebunan, dan agribisnis kelapa sawit. Perkebunan kelapa sawit saat ini telah berkembang tidak hanya yang diusahakan oleh perusahaan negara, tetapi juga perkebunan rakyat dan swasta. Pada tahun 2003, luas areal perkebunan rakyat mencapai 1.827 ribu ha (34,9%), perkebunan negara seluas 645 ribu ha (12,3%), dan perkebunan besar swasta seluas 2.765 ribu ha (52,8%). Ditinjau dari bentuk pengusahaannya, perkebunan rakyat (PR) memberi andil produksi CPO sebesar 3.645 ribu ton (37,12%), perkebunan besar negara (PBN) sebesar 1.543 ribu ton (15,7 %), dan perkebunan besar swasta (PBS) sebesar 4.627 ribu ton (47,13%). Produksi CPO juga menyebar dengan perbandingan 85,55% Sumatera, 11,45% Kalimantan, 2%, Sulawesi, dan 1% wilayah lainnya. Produksi tersebut dicapai pada tingkat produktivitas perkebunan rakyat sekitar 2,73 ton CPO/ha, perkebunan negara 3,14 ton CPO/ha, dan perkebunan swasta 2,58 ton CPO/ha.
Dokumen praktis ini didahului dengan penyajian peranan sektor pertanian, subsektor perkebunan, dan agribisnis kelapa sawit. Perkebunan kelapa sawit saat ini telah berkembang tidak hanya yang diusahakan oleh perusahaan negara, tetapi juga perkebunan rakyat dan swasta. Pada tahun 2003, luas areal perkebunan rakyat mencapai 1.827 ribu ha (34,9%), perkebunan negara seluas 645 ribu ha (12,3%), dan perkebunan besar swasta seluas 2.765 ribu ha (52,8%). Ditinjau dari bentuk pengusahaannya, perkebunan rakyat (PR) memberi andil produksi CPO sebesar 3.645 ribu ton (37,12%), perkebunan besar negara (PBN) sebesar 1.543 ribu ton (15,7 %), dan perkebunan besar swasta (PBS) sebesar 4.627 ribu ton (47,13%). Produksi CPO juga menyebar dengan perbandingan 85,55% Sumatera, 11,45% Kalimantan, 2%, Sulawesi, dan 1% wilayah lainnya. Produksi tersebut dicapai pada tingkat produktivitas perkebunan rakyat sekitar 2,73 ton CPO/ha, perkebunan negara 3,14 ton CPO/ha, dan perkebunan swasta 2,58 ton CPO/ha.
Pengembangan
agribisnis kelapa sawit ke depan juga didukung secara handal oleh 6 produsen
benih dengan kapasitas 124 juta per tahun. Pusat Penelitian Kelapa
Sawit (PPKS), PT. Socfin, PT. Lonsum, PT. Dami Mas, PT. Tunggal Yunus, dan PT.
Bina Sawit Makmur masing-masing mempunyai kapasitas 35 juta, 25 juta, 15 juta,
12 juta, 12 juta, dan 25 juta. Permasalahan benih palsu diyakini dapat
teratasi melalui langkah-langkah sistematis dan strategis yang telah disepakati
secara nasional. Impor benih kelapa sawit harus dilakukan secara hatihati
terutama dengan pertimbangan penyebaran penyakit. Dalam hal industri
pengolahan, industri pengolahan CPO telah berkembang dengan pesat. Saat ini
jumlah unit pengolahan di seluruh Indonesia mencapai 320 unit dengan kapasitas
olah 13,520 ton TBS per jam. Sedangkan industri pengolahan produk
turunannya, kecuali minyak goreng, masih belum berkembang, dan kapasitas
terpasang baru sekitar 11 juta ton. Industri oleokimia Indonesia sampai
tahun 2000 baru memproduksi olekimia 10,8% dari produksi
dunia.
dunia.
Dalam
perdagangan CPO, Indonesia merupakan negara net exporter dimana impor dari
Malaysia dilakukan hanya pada saat-saat tertentu. Ekspor Indonesia masih
di bawah Malaysia dimana pada tahun 2002 hanya mencapai 6,3 juta ton atau
sekitar 32,64% lebih rendah dibandingkan Malaysia yang mencapai 11,2 juta ton
atau sekitar 57,28% dari total ekspor dunia. Sementara itu, impor CPO
mulai menyebar ke berbagai negara dan Indonesia mengandalkan pasar di Belanda
dan Pakistan. Neraca perdagangan CPO, baik dunia maupun Indonesia, saat
ini cenderung berada pada posisi seimbang. Harga pada beberapa
tahun terakhir cenderung meningkat baik di pasar internasional dan domestik.
Guna mendukung pengembangan agribisnis kelapa sawit, peranan lembaga penelitian
dan pengembangan perkebunan, kelembagaan dan kebijakan pemerintah cukup
strategis.
Lembaga
penelitian dan pengembangan perkebunan hingga saat ini telah berperan nyata
melalui berbagai inovasi teknologi. Inovasi tersebut mulai dari
subsistem hulu, usahatani, hingga pengolahan produk hilir. Pada aspek
kelembagaan, berbagai organisasi, aturan dan pelaku usaha mulai
berkembang. Sedangkan pada aspek kebijakan, beberapa kebijakan perlu
diperhatikan, khususnya kebijakan fiskal (perpajakan dan retribusi), dan
perijinan investasi. Prospek, potensi, dan arah pengembangan
agribisnis kelapa sawit. Secara umum dapat
diindikasikan bahwa pengembangan agribisnis kelapa sawit masih mempunyai
prospek, ditinjau dari prospek harga, ekspor dan pengembangan produk.
Secara internal, pengembangan agribisnis kelapa sawit didukung potensi
kesesuaian dan ketersediaan lahan, produktivitas yang masih dapat meningkat dan
semakin berkembangnya industri hilir. Dengan prospek dan potensi ini,
arah pengembangan agribisnis kelapa sawit adalah pemberdayaan di
hulu dan penguatan di hilir.
Tujuan dan
sasaran pengembangan agribisnis tahun 2005-2010. Sejalan dengan tujuan
pembangunan pertanian, tujuan utama pengembangan agribisnis
kelapa sawit adalah :
1) menumbuh kembangkan usaha kelapa sawit di pedesaan yang akan memacu aktivitas ekonomi pedesaan, menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
2) menumbuhkan industri pengolahan CPO dan produk turunannya serta industri penunjang (pupuk, obata-obatan dan alsin) dalam meningkatkan daya saing dan nilai tambah CPO dan produk turunannya.
1) menumbuh kembangkan usaha kelapa sawit di pedesaan yang akan memacu aktivitas ekonomi pedesaan, menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
2) menumbuhkan industri pengolahan CPO dan produk turunannya serta industri penunjang (pupuk, obata-obatan dan alsin) dalam meningkatkan daya saing dan nilai tambah CPO dan produk turunannya.
Sedangkan sasaran utamanya adalah :
1) peningkatan produktivitas menjadi
15 ton TBS/ha/tahun,
2) produksi mencapai 15,3 juta ton
CPO dengan alokasi domestik 6 juta ton.
Kebijakan,
strategi dan program pengembangan agribisnis perkebunan. Arah kebijakan
jangka panjang adalah pengembangan sistem dan usaha agribisnis kelapa sawit
yang berdaya saing, berkerakyatan, berkelanjutan dan terdesentralisasi.
Dalam jangka menengah kebijakan pengembangan agribisnis kelapa sawit meliputi
peningkatan produktivitas dan mutu, pengembangan industri hilir dan peningkatan
nilai tambah, serta penyediaan dukungan dana pengembangan.
Strategi
pengembangan agribisnis kelapa sawit diantaranya adalah integrasi vertikal dan
horisontal perkebunan kelapa sawit dalam rangka peningkatan ketahanan pangan
masyarakat, pengembangan usaha pengolahan kelapa sawit di pedesaan, menerapkan
inovasi teknologi dan kelembagaan dalam rangka pemanfaatan sumber daya
perkebunan, dan pengembangan pasar. Strategi tersebut didukung
dengan penyediaan infrastruktur (sarana dan prasarana) dan kebijakan pemerintah
yang kondusif untuk peningkatan kapasitas agribisnis kelapa sawit. Dalam
implementasinya, strategi pengembangan agribisnis kelapa sawit didukung dengan
program-program yang komprehensif dari berbagai aspek manajemen, yaitu
perencanaan, pelaksanaan (perbenihan, budidaya dan pemeliharaan, pengolahan
hasil, pengembangan usaha, dan pemberdayaan masyarakat) hingga evaluasi.
Kebutuhan
investasi pengembangan agribisnis kelapa sawit untuk pembagunan 350.000 ha
kebun plasma dan inti dan 58 unit pengolahan CPO di Indonesia Barat dan Timur,
peremajaan 100.000 ha kebun di kedua wilayah (tanpa pembangunan unit
pengolahan) dan kebutuhan investasi industri biosiesel kapasitas.
Pembangunan dilaksanakan setiap tahun dari tahun 2006 hingga 2010 dengan
investor petani plasma, perusahaan inti dan
pemerintah.
Kendala Bisnis Komoditi Kelapa Sawit
·
Hambatan
pertama adalah masalah lahan bagi pengembangan kebun baru yang diakibatkan
ketidaktuntasan masalah tata ruang nasional dan Rencana Tata Ruang Wilayah
Provinsi (RTRWP). Selain adanya ketidakpastian hukum terhadap status legalitas
lahan.
·
Hambatan
kedua adalah kebijakan moratorium hutan primer dan lahan gambut justru dapat
mempersulit penuntasan masalah lahan yang sebelumnya telah
dihadapkan dengan masalah RTRWP.
·
Hambatan
ketiga adalah bea keluar CPO yang tinggi dan bersifat progresif seperti berlaku
sekarang ini terbukti tidak maksimal untuk menekan volume ekspor CPO dan belum
mampu mendorong pengembangan industri hilir dalam negeri. Sebaliknya,
sistem bea keluar diyakini tidak adil bagi produsen bahan baku baik perkebunan
negara atau swasta maupun petani rakyat karena ‘tidak menikmati’ kenaikan
margin yang seharusnya didapatkan dari tingginya harga CPO dunia saat
ini.
·
Hambatan keempat adalah pengembangan perkebunan kelapa sawit
yang mengarah ke Indonesia Timur kurang didukung infrastruktur yang
memadai seperti pelabuhan.
·
Hambatan kelima adalah pelaku usaha sawit merasa dirugikan
dengan penerapan aturan perpajakan mengenai PPn atas produk primer TBS.
Pasalnya, PPn TBS selama ini dibebaskan sehingga pajak masukan atas
barang-barang faktor produksi tidak bisa dikreditkan dan menjadi beban
tambahan.
·
Hambatan
keenam adalah kampanye anti-sawit tetap berlangsung bahkan ada kemungkinan
semakin kuat tekanan yang diberikan kepada pelaku industri sawit. Tema kampanye
anti-sawit masih dikaitkan dengan isu perubahan iklim maupun kerusakan
lingkungan secara umum.
·
Hambatan
ketujuh adalah Indonesia harus melakukan program mitigasi perubahan iklim
dengan kekuatan sendiri tanpa melibatkan bantuan asing.
BAB
III. PENUTUP
Strategi
pengembangan agribisnis kelapa sawit diantaranya adalah integrasi vertikal dan
horisontal perkebunan kelapa sawit dalam rangka peningkatan ketahanan pangan
masyarakat, pengembangan usaha pengolahan kelapa sawit di pedesaan, menerapkan
inovasi teknologi dan kelembagaan dalam rangka pemanfaatan sumber daya
perkebunan, dan pengembangan pasar. Strategi tersebut didukung
dengan penyediaan infrastruktur (sarana dan prasarana) dan kebijakan pemerintah
yang kondusif untuk peningkatan kapasitas agribisnis kelapa sawit.
Dengan
melihat peningkatan permintaan pasar minyak nabati dunia yang terus meningkat
dan melihat bahwa semua minyak nabati dunia melakukan ekspansi produksi, maka
minyak sawit Indonesia tidak boleh berhenti ekspansi jika tidak mau kehilangan
peluang pasar dan kehilangan momentum membangun perekonomian nasional. Oleh
karena itu, semestinya pemerintah membuat iklim yang kondusif dengan membuat
terobosan kebijakan sebagai upaya mengatasi hambatan yang dihadapi pelaku
industri sawit nasional.
Dalam
implementasinya, pengembangan agribisnis kelapa sawit baik melalui perluasan
maupun peremajaan menerapkan pola pengembangan inti-plasma dengan penguatan
kelembagaan melalui pemberian kesempatan kepada petani plasma sebagai
pemilik saham perusahaan. Pemilikan saham ini dilakukan melalui cicilan
pembelian saham dari hasil potongan penjualan hasil atau dari hasil outsourcing
dana oleh organisasi petani.
Dukungan
kebijakan sarana dan prasarana serta regulasi. Dukungan kebijakan
diharapkan diperoleh dari Departemen Perindustrian, Departemen Perdagangan,
Deparetemen Keuangan, Bank Indonesia, Kantor Menteri Negara BUMN, Departemen
Energi dan Sumber Daya Mineral, Badan Koordinasi Penanaman Modal, Kantor
Menteri Negara Usaha Kecil, Menengah dan Koperasi, Pemerintah Daerah, dan
Kejaksaan Agung serta Kepolisian.
0 komentar:
Posting Komentar