KEHUTANAN B 2011
This Blog Has Been Edited By Rino Hutabarat
Home
Business
Internet
Market
Stock
Downloads
Dvd
Games
Software
Office
Parent Category
Child Category 1
Sub Child Category 1
Sub Child Category 2
Sub Child Category 3
Child Category 2
Child Category 3
Child Category 4
Featured
Health
Childcare
Doctors
Uncategorized
Angin barat terus berhembus bulan ini seakan tak mau berhenti. Pohon-pohon bakau di pesisir timur Sumatera menikmati aliran hawa panas dari Selat Malaka. Aku tertegun menatap kebebasan, melihat ”ujung dunia” sejauh mata memandang, sembari memikirkan langkah-langkah indah di masa depan. Termangu di Pulau Jaring Halus, Kecamatan Secanggang, Langkat, Sumatera Utara, adalah pekerjaan terindah yang dapat dilakukan seorang perenung atau penulis puisi.
Sepintas, tidak ada yang menarik dari pulau seluas 80 hektar ini. Bahkan nama Jaring Halus sendiri nyaris tak pernah terdengar. Mungkin hanya toke ikan yang akrab dengan nama ini, karena cukong ikan selalu diuntungkan oleh nelayan-nelayan yang menghabiskan waktunya untuk sekadar bertahan hidup.
***
Sebuah riset kura-kura dari
Wildlife Conservation Society–Indonesia Program
yang kuikuti, mempertemukanku dengan Jaring Halus. Pulau kecil ini paling mudah diakses dari Kota Stabat. Sesampai di Dermaga Batang Buluh, aku naik
boat
reguler yang melayani rute sungai setiap dua jam sekali. Percabangan sungai-sungai di sepanjang perjalanan menjadi pemandangan tersendiri. Mangrove Suaka Margasatwa Langkat Timur Laut yang masih terjaga dengan baik adalah bonus tersendiri bagi para pelintas. Di atas
boat
bermesin 28 PK, aku mengerti bahwa jasa
boat
inilah yang menghubungkan kehidupan laut dan darat, seperti agen yang mempertemukan asam dan garam di kuali.
Sekitar 20 menit dalam perjalanan, tampaklah setumpuk desa menggantung di pulau kecil yang berbakau rimbun. Rumah berdiri di atas air, yang jaraknya di bawah satu meter dan nyaris tidak diketahui mana depan-belakangnya. Ini adalah contoh pemukiman di habitat penting lahan basah (
wetlands
). Tipe desa seperti ini jarang ditemukan di Pulau Sumatera.
Di sini, aku menemukan ratusan Upin dan Ipin (tokoh kartun dari Malaysia).
Bahasanya sulit dimengerti untuk ukuran Suku Batak Mandailing seperti saya. Bahkan aku sempat berpikir bahwa pulau ini mungkin pecahan Peninsular Malaysia yang hanyut secara tidak sengaja. Mereka berbahasa Melayu khas. Atau mungkin karena mendapat sedikit isolasi alam, bahasa penduduk Jaring Halus mengarah pada bahasa yang berkembang sendiri. Meski berlanggam Melayu, sudah ada perbedaan antara bahasa mereka dengan nenek moyang mereka di Kedah, Malaysia. Bahasa memang selalu berubah, mengarah ke arah yang tidak bisa ditentukan. Ia dipengaruhi ide-ide dan tantangan lingkungan.
Tantangan alam juga menuntut penduduk Desa Jaring Halus berusaha untuk memacu roda kehidupannya sendiri. Terseok-seok mengikuti tren di kota, kini desa berpenduduk 3.090 jiwa ini berupaya memenuhi kebutuhan-kebutuhan masyarakat, mulai dari masalah pangan sampai hiburan. Selain melaut sebagai mata pencaharian utama, sebagian orang membuka rumah makan, jasa pangkas, biliar,
playstation
(PS), usaha pembuatan VCO, kedai, galeri
handphone
dan kafe. Kedai menjamur di mana-mana walaupun kedai di sini tutup pada waktu dzuhur. Roda kehidupan justru terlihat lebih kencang pada malam hari.
Pasokan air tawar menjadi dilema walaupun mereka berada di atas ”lumbung” air. Air tawar diperoleh dari sumur bor milik pribadi atau pemerintah. Mereka selalu minum dengan air setengah merah dan mengandung kadar garam. Tapi untuk urusan listrik, PLN masih bersedia memberikan jasa walaupun biaya operasionalnya sangat tinggi karena peralatan listrik yang mereka pasok selalu digerogoti sifat korosif.
Untuk urusan olahraga, lain pula ceritanya. Mereka menyiapkan lahan yang paling datar yang mereka punya untuk lapangan sepak bola. Tapi tetap saja lapangan ini masih dikuasai pasang surut air laut. Akhirnya ia menjadi lapangan sepakbola satu-satunya di dunia yang berada di atas air.
Tenis meja menjadi pilihan lainnya mengingat ruang desa yang sempit. Anak muda bermain gaya ”musang”. Meja tenis dibuka siang hari dan ditutup jam lima pagi. Ada delapan meja yang siap pakai dan turut meramaikan malam di desa ini. Olahraga dijadikan pekerjaan iseng untuk menunggu pasang air laut sebagai tanda ”pulang” ke laut.
Cerbung, Rezeki Sekampung
Nelayan Pulau Jaring Halus menghadapi rezeki laut yang tak tentu. Untunglah mereka punya cerbung, tetapi bukanlah ”cerita bersambung”, melainkan jenis ikan yang jumlah tangkapannya tergolong stabil. Cerbung merupakan komoditas ikan yang paling banyak ditangkap di Jaring Halus. Puluhan
boat
berangkat setiap hari dengan masing-masing mempekerjakan minimal 3 anak kapal dan satu juragan. Kapal-kapal ini akan membawa pulang dua ratusan kg hingga 1 ton ikan cerbung per harinya.
Ikan cerbung dan kasai (jenis yang hampir sama) kemudian diolah menjadi produk setengah jadi oleh ibu-ibu dan gadis-gadis Melayu kampung. Mereka membeli cerbung ke toke Rp 2.000/kg tanpa uang. Industri rumah tangga ini mengolah 10 kg hingga 100 kg cerbung per harinya, tergantung pada jumlah anggota keluarga. Jadi, jargon ”banyak anak banyak rezeki” memang berlaku di sini.
Setelah disiangi, ikan dijemur sampai kering. Kemudian dijual ke toke awal dengan potongan harga pembelian saat pengambilan. Harga jual Rp 25.000/kg. Di Medan, ikan-ikan ini kemudian dijual lagi oleh swalayan Rp 40.000 sampai Rp 50.000 per ”bungkus”. Lain lagi dengan harga ekspor.
Ikan cerbung menjadi penyelamat kampung di musim paceklik, karena cerbung bukan seperti belangkas yang hilang di pasang mati walaupun penjualannya sudah menembus perdagangan internasional.
Jamu Laut
Pertengahan Januari 2010 lalu, Jaring Halus menggeliat. Tiba-tiba roda kehidupan di desa ini semakin kencang. Mereka menyiapkan sesuatu. Kata ”mudik” semakin sering terdengar di antara percakapan penduduk sebelum tanggal 24 Januari, di mana upacara Jamu Laut akan digelar. Mudik mempunyai arti terbalik untuk Desa Jaring Halus, yakni meninggalkan desa untuk menghindari pantangan.
Mudik adalah kegiatan yang cukup dekat dengan Jamu Laut yang sudah dimusyawarahkan penduduk tiga bulan sebelum hari H. Jamu Laut atau syukuran laut adalah seremoni tiga tahunan yang rutin dilakukan masyarakat Jaring Halus. Dalam pelaksanaannya, dibacakan
tahlil, tahtim
dan doa.
Jamu Laut juga dilakukan di daerah-daerah pesisir timur Sumatera lainnya seperti di Pantai Labu, Belawan, dan Tanjungbalai. Kegiatan ini dipimpin seorang pawang laut. Pawang laut yang akrab dipanggil dengan ”
atok pawang
” atau ”
atok
” saja ini adalah orang yang dimuliakan di kampung karena kemampuannya dalam supranatural. Pawang laut tidak dipilih secara demokrasi, tapi secara turun menurun.
Atok pawang
ini kelak akan menurunkan tahtanya ke keturunannya. Biasanya setelah pawang meninggal, pihak keluarga akan bermusyawarah untuk memilih pengganti pawang. Pawang baru yang terpilih tidak boleh menolak pilihan keluarga karena akan berakibat
fuaka
. Di Pulau Jaring Halus sendiri, ritual ini dimulai sejak tahun 1917, ketika Pawang Abu Bakar menyeberang ke Sumatera untuk mencari penghidupan baru. Seremonial ini menjadi adat yang melekat keras hingga ke keturunannya. Sekarang, cucunya yang bernama Pawang Zakaria-lah yang memimpin seremonial adat seperti Jamu Laut.
Setelah ritual utama di pantai dilaksanakan, kampung akan ditinggalkan kecuali oleh sebagian orang yang merasa dirinya bisa menahan pantangan, biasanya kaum tua. Pantangan merupakan bagian dari ritual Jamu Laut, yakni beberapa hari tidak boleh melakukan aktifitas, antara lain tidak dibenarkan melaut, tidak boleh membuang air sampan, tidak mengambil sesuatu yang jatuh, tidak masuk dan keluar kampung, tidak mengisi air ke dalam rumah, tidak minum air asin, tidak bersiul, tidak mengorek tanah, tidak memecahkan telur dan tidak berisik.
Tepat pada hari Minggu, 24 Januari 2010, pagi-pagi sekali Jamu Laut dimulai. Masyarakat berkumpul di Pantai Beting. Mereka memasak nasi, daging, sayur dan memotong kambing. Sewaktu memasak, tidak boleh mencicipi asam garam masakan. Makanan ini akan dimakan oleh semua masyarakat yang hadir. Tidak boleh membawa makanan ke luar area syukuran karena dinilai akan menggagalkan
jamu
.
Menurut Atok Zakaria (77 tahun), ritual Jamu Laut dilaksanakan sebagai ungkapan syukur atas segala sesuatu yang diperoleh dari laut serta sebagai permohonan kepada “Penguasa Laut” yang disampaikan lewat doa dan zikir bersama agar mereka terhindar dari hal-hal yang membahayakan atau bala. Ritual Jamu Laut juga merupakan perayaan hari ulang tahun Desa Jaring Halus, di mana pada hari itulah pertama sekali Desa Jaring Halus mulai dihuni.
Awalnya, Pulau Jaring Halus dihuni seorang warga Kedah, Pulau Malaka (sekarang Malaysia-red). Sebagai upacara resmi, ritual Jamu Laut dimulai ketika seorang pawang bernama Atuk Bakar mendapat perintah dari para
lelembut
di desa, yakni ketika desa pertama sekali dihuni tahun 1917 oleh sekitar tujuh keluarga atau 42 jiwa yang berasal dari Kedah, Kepulauan Langkawi, Malaka.
Menurut beberapa anggota masyarakat, acara Jamu Laut sudah diusulkan menjadi salah satu tujuan wisata, namun hal itu belum mendapat respon yang positif dari pemerintah. Padahal ritual seperti ini tidak mudah lagi ditemukan, dan hanya diadakan sekali dalam tiga tahun.
“
Mengambai
“ (melambai) merupakan puncak dari ritual jamu laut.
Atok Pawang
mengambaikan kain putih ke arah laut sebagai simbol syukuran laut atas rezeki laut yang tak putus oleh Sang Pencipta. Kepala kambing, ayam, kemenyan dan pelengkap lainnya yang telah tersaji di balai lalu ditinggalkan di tepi laut. Dalam waktu yang sama, peserta jamu duduk menghadap kiblat. Mereka membaca
tahlil, tahtim
dan berdoa dengan semangat. Selanjutnya, ditutup dengan makan bersama.
Kini tinggal menunggu pantangan yang segera dimulai sewaktu Maghrib menjelang. Pantangan berlangsung satu hari dua malam. Mengingat anak-anak di sana berdarah Upin dan Ipin yang selalu ingin bermain bebas, orang tua berinisiatif membawa keluarga ke luar desa. Maka terjadilah mudik besar-besaran pada hari itu. Mudik ini jauh lebih besar dari mudik Lebaran. Lantas
Pakcik, Abah, Tok Atan, Tok Inah, Ayung, Angah, Alang, Ateh, Acik
dan
Ucuk
tersebar ke mana-mana.
Aku sendiri termasuk salah satu yang ikut arus mudik. Rasanya mudik ini sama dengan meninggalkan kampung sendiri. Wah, aku bukan sekadar menonton langsung Upin dan Ipin, tapi sudah bermain langsung dengan mereka, tentunya di Jaring Halus. ”
Betui, betui, betui
?”. (Di Jaring Halus, akhiran ”l” selalu diganti dengan ”i”)
Akhmad Junaedi Siregar, anggota Mapala Biopalas & Mahasiswa Dept. Biologi FMIPA USU (juned_sir@yahoo.com)
Ater budiman Sinaga, Staf Prodi ANSOS-UNIMED/Pecinta Budaya Sumut
0 komentar:
Posting Komentar
Beranda
Langganan:
Postingan (Atom)
Blogger templates
Blogger news
SITE SEARCH
Total Tayangan Halaman
Mengenai Saya
Unknown
Lihat profil lengkapku
Popular Posts
PELUANG USAHA GETAH PINUS DALAM PASAR INDUSTRI DOMESTIK DAN INTERNASIONAL
Oleh : Wulandhari Aritonang NIM : 111201067 PENDAHULUAN Latar Belakang Hutan mempunyai manfaat penting bagi kehidupan, ...
Christiano Ronaldo Dinobatkan Menhut Zulkifli Hasan Sebagai Duta Forum Peduli Mangrove Bali - 26/06/2013
Pushumas Kemenhut, Telagawaja : Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan menyerahkan Sertifikat Duta Mangrove kepada Pesepakbola Dunia Christ...
MINDI: SANG MAESTRO FAST GROWING SPECIES
Nama : Chaerul Parsaulian Ginting NIM : 111201052 PENDAHULUAN Taksonomi Pohon Mindi (M. azedarach L.) merupakan jenis poho...
POTENSI HASIL HUTAN NON KAYU SEBAGAI KOMODITAS KEHUTANAN
Oleh : Aulia Putri Tinambunan NIM : 111201050 PENDAHULUAN Hutan dipandang sebagai suatu ekosistem dikarenakan hubungan antara ma...
AGRIBISNIS TANAMAN MAHONI
Oleh : Martin Nababan NIM : 111201072 BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Agribisnis merupakan sebuah sistem yang terdiri dar...
JATI EMAS (Tectona grandis L.f) SEBAGAI KOMODITI KEHUTANAN YANG DAPAT BERSAING DI PASAR INTERNASIONAL
JATI EMAS ( Tectona grandis L.f ) SEBAGAI KOMODITI KEHUTANAN YANG DAPAT BERSAING DI PASAR INTERNASIONAL Oleh : Rino Hutabarat NIM ...
MASALAH PEMASARAN KAYU JABON (Anthocephalus cadamba)
Oleh : Janrahman Simarmata NIM : 111201081 BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Kerusakan hutan dan berkurangnya kawasan hutan...
PENTINGNYA TANAMAN TALAS ( Colocasia esculenta Schott ) BAGI KEHIDUPAN MANUSIA
Oleh : Shanty Sianturi Nim : 111201075 BAB I PENDAHULUAN Talas merupakan tanaman pangan berupa herba menah...
Konflik Manusia dan Harimau, Salah Siapa?
Masih segar dalam pemberitaan mengenai lima pencari gaharu yang terjebak di atas pohon selama lima hari karena dikepung oleh lima ekor har...
POTENSI TANAMAN KARET (Hevea brasilliensis) SEBAGAI KOMODITI AGRIBISNIS
Oleh : Felix Samisara Perangin-angin NIM : 091201100 PENDAHULUAN Latar Belakang Sebagai usaha percepatan pembangunan ekonomi, ...
Pages
Beranda
Diberdayakan oleh
Blogger
.
Blog Archive
▼
2013
(42)
▼
Juli
(8)
Konflik Manusia dan Harimau, Salah Siapa?
Manusia dan Pohon Punya Siklus Biologis yang Sama
Christiano Ronaldo Dinobatkan Menhut Zulkifli Hasa...
JATI EMAS (Tectona grandis L.f) SEBAGAI KOMODITI K...
MASALAH PEMASARAN KAYU JABON (Anthocephalus cadamba)
POTENSI TANAMAN KARET (Hevea brasilliensis) SEBAGA...
ANALISIS KOMODITI CENGKEH DI INDONESIA
MINDI: SANG MAESTRO FAST GROWING SPECIES
►
Juni
(34)
Archives
▼
2013
(42)
▼
Juli
(8)
Konflik Manusia dan Harimau, Salah Siapa?
Manusia dan Pohon Punya Siklus Biologis yang Sama
Christiano Ronaldo Dinobatkan Menhut Zulkifli Hasa...
JATI EMAS (Tectona grandis L.f) SEBAGAI KOMODITI K...
MASALAH PEMASARAN KAYU JABON (Anthocephalus cadamba)
POTENSI TANAMAN KARET (Hevea brasilliensis) SEBAGA...
ANALISIS KOMODITI CENGKEH DI INDONESIA
MINDI: SANG MAESTRO FAST GROWING SPECIES
►
Juni
(34)
0 komentar:
Posting Komentar