Oleh : Rizki Munaza
NIM : 111201069
DAFTAR PUSTAKA
NIM : 111201069
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perubahan
gaya hidup masyarakat Indonesia dan dunia saat ini, ikut mengubah pilihan masyarakat terhadap jenis
kayu yang digunakan. Sebelumnya, masyarakat menginginkan kayu yang istimewa
untuk meubel dan bahan bangunan. Kayu-kayu seperti Jati memang berkualitas,
namun bobotnya tergolong berat. Saat ini, masyarakat lebih memilih kayu-kayu
yang tidak hanya kuat, tetapi juga ringan dan mudah untuk dipindahkan. Jabon yang
memiliki nama latin Anthocephalus
macrophyllus hadir sebagai solusi untuk memecahkan permasalahan kebutuhan
kayu dan dilema kerusakan kawasan hutan yang terus meningkat setiap tahun,
sehingga jabon dapat menjadi solusi kebutuhan kayu masa depan.
Keistimewaan
lain dari jabon (Anthocephalus macrophyllus) adalah kemudahan
dalam budidayanya. Dengan perawatan seadanya, tanaman ini dapat tumbuh subur
meskipun waktu tebangnya sedikit lebih lama dibandingkan dengan A. macrophyllus yang dirawat secara intensif
dengan sistem silvikultur yang baik dan benar.
Melalui
pendekatan agribisnis, pengembangan usaha hutan rakyat dilakukan secara
komprehensif melalui pengembangan subsistem produksi, produksi pengolahan
hasil, pemasaran dan kelembagaan pendukung secara simultan. Saat ini usaha
hutan rakyat telah menjadi salah satu pilihan usaha tani di lahan kering yang
cukup menjanjikan dan diminati petani walaupun belum dapat dikatakan menjadi
andalan pendapatan petani (http://www.dephut.go.id).
Untuk
itu makalah “Agribisnis Tanaman Jabon (Anthocephalus macrophyllus)” ini dibuat untuk menambah
informasi mengenai permasalahn tanaman kehutanan dalam Agribisnis.
Rumusan Masalah
Rumusan makalah ini adalah sebagai berikut.
1.
Bagaimana gambaran umum usaha agribisnis tanaman jabon (Anthocephalus macrophyllus)?
2.
Permasalahan apa saja yang dihadapi dalam agribisnis tanaman kehutanan
yaitu jabon (Anthocephalus macrophyllus)?
Tujuan
Tujuan makalah “Agribisnis Tanaman Jabon (Anthocephalus macrophyllus)” ini adalah untuk mengetahui
gambaran umum dan permasalahan dalam Agribisnis tanaman kehutanan.
BAB 2
ISI
Gambaran Umum Agribisnis Tanaman Jabon (Anthocephalus macrophyllus)
Industri kehutanan tengah kembali bergairah dengan kehadiran
jenis kayu cepat tumbuh (fast growing
species) yang dapat dipanen dalam waktu yang relatif singkat. Jabon
merupakan salah satu jenis kayu cepat tumbuh yang saat ini lagi trend
diperbincangkan oleh banyak kalangan baik pemerintah, pelaku industri, praktisi
kehutanan, peneliti, petani kayu sampai masyarakat biasa. Jabon hadir ditengah
kemelut kegelisahan para petani kayu dan pelaku industri yang bergerak dibidang
kehutanan, yang telah menginvestasikan sejumlah modalnya untuk bertanam sengon,
yaitu salah satu jenis kayu cepat tumbuh yang bernilai ekonomis, namun
sayangnya sengon sangat rentan terhadap penyakit karat tumor yang disebabkan
oleh cendawan (Uromycladium tepperianum). Cendawan ini dapat menyebabkan
kerusakan tegakan sengon sampai 100%.
Jabon saat ini mulai menjadi andalan industri perkayuan,
termasuk kayu lapis, kayu lamina dan industri perkayuan lainnya. Pasalnya,
jabon memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan tanaman kayu lainnya
seperti sengon, akasia, pinus dan ekaliptus yang sudah populer sebelumnya.
Selain pertumbuhannya yang cepat, keunggulan jabon diantaranya memiliki tingkat
kelurusan batang yang sangat bagus, cabangnya rontok sendiri (self pruning)
sehingga tidak memerlukan pemangkasan dan lebih tahan penyakit (Halawane dkk, 2011).
Prospek pengembangan budidaya jabon sangat menguntungkan.
Seiring dengan kenaikan harga jual kayu jabon, bisnis ini dapat menghasilkan
keuntungan sampai ratusan juta rupiah dengan waktu panen yang singkat sekitar
5-6 tahun. Jaminan pasar yang siap menampung panen kayu jabon menjadikan
pembudidayaan jabon memiliki peluang usaha yang sangat baik.
Keberhasilan pengembangan hutan rakyat atau usaha rakyat
akan sangat tergantung dari keberhasilan pengembangan subsistem agribisnis.
Oleh karenanya diperlukan koordinasi, sinkronisasi dan sinergitas program, baik
diantaranya sektor maupun litas sektor. Agribisnis sebagai suatu sistem harus
memiliki subsistem agribisnis dan subsistem penunjang. Subsistem Agribisnis
yaitu subsistem input, subsistem produksi, subsistem pengolahan, dan subsistem
pemasaran. Jika s subsistem- subsistem tersebut diintegrasikan dengan tepat
maka usaha yang dikelola dapat memberikan keuntungan bagi pegelola.
Indonesia memiliki 4000 spesies
kayu-kayuan, sebanyak 267 spesies diantaranya merupakan kayu bernilai jual
tinggi dan sebanyak 647 spesies lainnya merupakan spesies yang dilindungi (IUCN
Red List, 2000 dalam Indriani, 2008). Hal ini menyebabkan Indonesia dikenal sebagai salah
satu wilayah dengan megabiodiversity-nya. Dengan fakta tersebut seharusnya Indonesia
tidak kesulitan untuk menemukan jenis tanaman kayu sebagai bahan baku pulp yang
sesuai dengan karakteristik ekologis lokalnya. Jenis tersebut akan cenderung
lebih memberikan efek positif terhadap ekosistem. Untuk itu, pencarian
(eksplorasi) jenis tanaman kayu baru sebagai bahan baku pulp lebih difokuskan
pada jenis-jenis endemik Indonesia.
Salah
satu jenis endemik Indonesia yang mempunyai potensi cukup baik sebagai bahan
baku pulp adalah jabon merah (Anthocephalus macrophyllus) ini dapat
dilihat dari karakteristik tanamannya; sifat kayu (berat jenis dan kandungan
kimia kayu); dimensi serat dan turunan; serta rendemen dan sifat pulpnya.
Pratiwi (2003) melaporkan bahwa karakteristik tanaman jabon antara lain adalah
pohonnya cepat tumbuh, dapat tumbuh di berbagai tipe tanah, belum ada hama
penyakit yang serius, dan ketersediaan informasi silvikulturnya relatif sudah
lengkap. Sementara itu, Soerianegara dan
Lemmens (2001) menyatakan bahwa pulp sulfat yang dihasilkan dari jabon
mempunyai kualitas yang cukup baik sebagai bahan baku kertas, dan hasil pulp
kraft dari jabon mempunyai rendemen sekitar 48,5%.
Jabon
(Anthocephalus macrophyllus) mempunyai potensi yang cukup baik sebagai
bahan baku pulp di masa yang akan datang. Oleh karena itu informasi tentang
karakteristik umum jabon, sifat kayu (berat jenis dan kandungan kimia kayu),
dimensi serat dan turunannya, serta rendemen dan sifat pulp dari jabon perlu
diperhatikan supaya pengembangan jenis jabon sebagai bahan baku alternatif pulp
tidak mengalami kegagalan di masa depan.
Keunggulan pohon
jabon dibandingkan Sengon
Jabon
dan Sengon merupakan dua diantara sekian banyak jenis pohon cepat tumbuh (fast
growing species) yang terdapat di Indonesia dan potensial untuk
dikembangkan. Dua jenis pohon tersebut sangat potensial untuk dikembangkan
dalam pembangunan hutan tanaman maupun untuk tujuan lainnya, seperti
penghijauan, reklamasi lahan bekas tambang, dan sebagai pohon peneduh. Meskipun
jabon dan sengon sama-sama merupakan jenis yang cepat tumbuh, namun pohon jabon
memiliki beberapa sifat yang lebih unggul bila dibandingkan dengan pohon
sengon. Keunggulan kayu jabon dibandingkan kayu sengon dapat dilihat pada tabel
1 berikut.
Tabel 1. Keunggulan sifat mekanika kayu jabon dibandingkan kayu
sengon
Parameter
|
Jabon
|
Sengon
|
Kerapatan (g/cm2)
|
0,55
|
0,34
|
Kadar air
|
16,00
|
12,54
|
Kateguhan lentur statis MOR
MOE
|
260,75
43850,00
|
319,92
45505,67
|
Keteguhan tekan/ serat 9kg/cm2)
|
189,98
|
165,18
|
Sumber: Abdurachman dan Hadjib, N. (2009)
Dari tabel diatas dapat simpulkan bahwa kayu jabon
lebih kuat dari kayu sengon karena kerapatan kayu jabon lebih besar
dibandingkan dengan kayu sengon. Selain itu, keunggulan pohon jabon lainnya menurut
Halawane dkk, (2011) yaitu tahan terhadap penyakit karat tumor yang umumnya
menyebabkan kematian terhadap pohon
sengon.
Produksi kayu Jabon
Di indonesia Jabon dikenal sebagai kelempayan. Tanaman
ini terdapat di pulau Jawa, Sumataera, Kalimantan, Sulawesi dan Irian Jaya.
Tanaman yang termasuk famili Rubiaceae ini tumbuh baik pada ketinggian 0-1000 m
dpl. Budidaya
tanaman Jabon akan memberikan keuntungan yang sangat menggiurkan apabila
dikerjakan secara serius dan benar. Perkiraan dalam 5 – 6 tahun mendatang,
diperoleh dari penjualan 1000 pohon berumur 5 – 6 tahun dengan hasil kayu
sebanyak 800 – 1.000 m3 per ha.
Prediksi harga jabon pada 5 tahun mendatang Rp1,2-juta/m (http://www.paguyubanjabon.com).
Pengolahan kayu jabon
Kayu jabon dapat diolah menjadi barang
sebagai berikut.
1.
Kayu Jabon dapat digunakan untuk korek
api, Slet (pinsil), sumpit sebab kayu jabon ringan, bahan kerajinan tangan
2.
Sebagai Peti pembungkus atau peti kemas
selain mempunyai keteguhan gesek, keteguhan pukul dan cukup ringan.
3.
Kayu
Jabon juga dapatdi gunakan sebagai bahan baku kertas (pulp) dikarenakan
mempunyai sifat kimia yaitu memiliki kandungan selulosa cukup tinggi ± 52.4%
dan panjang serat 1.979.
4.
Kayu
jabon sebagai veneer atau bahan baku kayu lapis (plywood) karena memiliki serat
yang harus, berat kayu tergolong ringan, pada umumya bentuk batang silindris
sehinnga tidak bayak bahan yang terbuang sewaktu masuk mesin rotary
(pengupasan). Dan memunyai tingkat keuletan sehigga veneer yang di
hasil kan tidak mudah robek atau patah mengingat panjang serat cukup tinggi.
Untuk sekarang ini banyak di gunakan seperti yang di gunakan pada salah sayu
perusahaan plywood di kab Cirebon jawa barat.
Keterkaitan antar subsistem
Sebelum
memasuki tahap akhir dari subsistem agribsnis pemasaan, maka perlu adanya tahap
awal pembangunan agribisnis usaha rakyat yang didasarkan pada kelimpahan
faktor-faktor produksi, tenaga kerja yang terdidik dan sumberdaya alam dalam
hal ini adalah pohon jabon. Pada tahap ini subsistem produksi (budidaya jabon)
merupakan penggerak utama sistem agribisnis. Kelimpahan produksi yang disertai
dengan ketersediaan tenaga terdidik, maka produk-produk yang akan dihasilkan
dari pohon jabon diupayakan sebagian besar dalam bentuk olahan. Upaya lain yang
akan dilakukan adalah melalui kemitraan dengan investor yang dapat mengolah
bahan baku kayu jabon menjadi bentuk olahan.
Pada
tahap akhir, pembanguna agribisnis tanaman jabon didasarkan atas inovasi
(pengetahuan, teknologi, dan sumberdaya manusia yang terdidik) serta peran
pembibitan pohon jabon (sub sistem sarana produksi) menjadi penggerak utama
sistem agribisnis. Produk bibit unggul dan bermutu akan mendapat perhatian
untuk memenuhi kebutuhan pasar yang mempunyai daya saing tinggi.
Permasalahan Dalam Agribisnis
Tanaman Jabon Merah
Keberhasilan hidup dan pertumbuhan tanaman jabon
merah atau samama dipengaruhi oleh berbagai faktor lingkungan.
Untuk memperoleh hasil kayu yang baik dan untuk meningkatkan peran positif dari
faktor lingkungan, diperlukan perawatan dan pemeliharaan yang intensif.
Jabon memerlukan
perawatan yang kontinyu minimal sampai umur 3 tahun. Perawatan awal pada bibit
biasanya dilakukan dengan cara penyemprotan pestisida secara aktif setiap 1
minggu selama 3-5 bulan. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari guguran daun dan
serangan ulat daun. Jabon mengalami absisi atau menggugurkan
cabang sendiri dan defiolasi atau menggugurkan daun. Sebaiknya cabang yang
patah terjadi secara alami bukan dipaksa. Apabila cabang yang patah karena dipaksa
maka mata kayu tumbuh kedalam sehingga menurunkan mutu kayu. Menurut Prosea Plant Resources of
South East Asia, pada umur 0 sampai 6 atau 8 tahun pertumbuhan jabon di
Brunei mencapai 3 m/th
dengan pertambahan riap
7 cm/th. Setelah itu kecepatan tumbuhnya turun menjadi 2 m/th dengan diameter 3
cm/th sampai tanaman berusia 20 tahun (Trubus, 2010).
Selain
memerlukan perawatan yang intensif, permasalahn lainnya terletak pada subsistem
produksi yaitu produksi jabon akan menurun jika terserang hama dan penyakit.
Sehingga pemeliharaan jabon harus dilakukan secara intensif dengan menyediakan
faktor produksi seperti penyediaan tempat tumbuh yang tepat, tenaga kerja yang
handal di lapangan dan berpengethuan dan penyedian subsistem penunjang seperti
jasa pengangkutan yang tepat agar bibit jabon tidak mengalami kerusakan saat
pemindahan untuk dilkukan penanaman. Oleh karena itu semua subsistem harus
terintegrasi dengan tepat mulai dari susbsistem produksi dalam penyediaan
kebutuhan bibit yang berkualitas dan unggul terpenuhi, dan subsistem pengolahan
hasil produksi yang tepat dan berkemampuan teknologi pengolahan hasil produksi
yang tinggi.
Namun,
pada subsistem pengolahan sering terjadi permasalahn atau kendala yaiitu suplai
bahan baku yang seringkali belum
kontinyu. Sedangkan pada subsistem pemasaran, permasalahan yang sering muncul
adalah adanya permintaan pasar yang menghendaki kualitas kayu jabon yang tinggi
belum terpenuhi oleh pengusaha, penjualan kayu dalam bentuk tegakan atau pohon
yang merugikan petani,dan sistem informasi belum terrbangun.
Untuk
mengatasi permasalahan di berbagai subsistem agribisnis, beberapa solusi yang
dapat dilakukan untuk memperbaiki sistem agribisnis adalah sebagai berikut.
1.
Menggunakan
tenaga kerja yang terdidik dan unggul dilapangan sehingga produksi kayu jabon
berkualitas baik yang dihasilkan dan mampu bersaing dipasar dunia.
2.
Menyediakan
subsistem kelembagaan sebagai dukungan lembaga keuangan
3.
Pengembangan
usaha ekonomi produktif sektor kehutanan.
4.
Pemberian
pelatihan teknik silvikultur bagi para pekerja
5.
Menjalin
kemitraan dengan industri pengolahan kayu dalam rangka pembanguna industri
pengolahan kayu terpadu
6.
Pembinaan
terhadap industri-industri pengolahan kayu kerjasama dengan dinas perindustrian
dan perdagangan.
7.
Pengembangan
informasi pasar
8.
Pengembangan
kemitraan kelompok tani dengan pengusaha kayu
9.
Dukungan
dana melalui APBD kabupaten, provinsi, dan pusat serta dana hibah ITTO.
1. Perbaikan sarana transfortasi ke sentra-sentra produksi.
BAB 3
KESIMPULAN
Keberhasilan pengembangan usaha rakyat akan sangat
tergantung dari keberhasilan pengembangan subsistem agribisnis. Oleh karenanya
diperlukan koordinasi, sinkronisasi dan sinergitas program, baik diantaranya
sektor maupun litas sektor. Agribisnis sebagai suatu sistem harus memiliki
subsistem agribisnis dan subsistem penunjang. Subsistem Agribisnis yaitu
subsistem input, subsistem produksi, subsistem pengolahan, dan subsistem
pemasaran. Jika subsistem- subsistem tersebut diintegrasikan dengan tepat maka
usaha yang dikelola dapat memberikan keuntungan bagi pegelola.
Abdurachman dan Hadjib,
N. 2009. Mutu Beberapa Jenis Kayu Tanaman Untuk Bahan Bangunan Berdasarkan Sifat Mekanisnya. Prosiding PPI Standarisasi. Jakarta.
Halawane, J.E, Hanif N.H., dan
Kinho J.2011. Prospek Pengembangan Jabon Merah (Anthocephalus macrophyllus)
Solusi Kebutuhan Masa Depan. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan dan
Balai Penelitian Kehutanan Manado.
Pratiwi. 2003. Prospek
Pohon Jabon Untuk Pengembangan Hutan Tanaman. Buletin
Penelitian Kehutanan 4:62-66. Bogor.
Soerinegara dan Lemmens. 2001.
Perlindungan Tanaman. Penebar Swadaya. Jakarta
0 komentar:
Posting Komentar