Oleh : Andrian Telaumbanua
NIM : 111201059
NIM : 111201059
PENDAHULUAN
Kingdom
: Plantae
Subkingdom
:Tracheobionta
Super
Divisi : Spermatophyta
Divisi
: Magnoliophyta
Kelas
: Magnoliopsida
Sub
Kelas : Dilleniidae
Ordo
: Theales
Famili
: Dipterocarpaceae
Genus
: Shorea
TanamanMerantiMerahmerupakan
pohon beresin, seringkali berukuran
besar. Daun tunggal, berseling, berstipula, tepi rata. Bunga dalam malai,
biseksual, aktinomorf; sepal 5, bebas atau berlekatan; petal 5, terpuntir,
bebas atau pangkalnya berlekatan; benang sari 10 - banyak, bebas; bakal buah
beruang 3 dengan 2 – banyak bakal biji setiap ruang, plasentasi aksial, pangkal
style melebar (stylopodium). Buah longkah bersayap (samara) yang
berasal dari 2,3 atau 5 sepal yang melebar, biji tanpa endosperma
Meranti merah tergolong kayu keras berbobot
ringan sampai berat-sedang. Berat jenisnya berkisarantara 0,3 – 0,86 pada kandungan
air 15%. Kayu terasnya berwarna merah muda pucat merah muda kecoklatan, hingga merah
tua atau bahkan merah tua kecoklatan. Berdasarkan BJnya, kayu ini dibedakan lebih
lanjut atas meranti merah muda yang lebih ringan dan meranti merah tua yang
lebih berat. Menurut kekuatannya, jenis-jenis meranti merah dapat digolongkan dalam
kelas kuat II-IV, sedangkan keawetannya tergolong dalam kelas III-IV. Kayu ini tidak
begitu tahan terhadap pengaruh cuaca, sehingga tidak dianjurkan untuk penggunaan
di luar ruangan dan yang bersentuhan dengan tanah. Namun kayu meranti merah cukup
mudah diawetkan dengan menggunakan campuran minyak diesel dengan kreosot.
Kontribusi hutan
bagi pembangunan bangsa ini tidak bisa dikatakan kecil, sehingga hutan wajib
dikelola dan dimanfaatkan secara optimal serta dijaga kelestariannya. Dalam
perkembangannya, dinamika hutan dan kehutanan di Indonesia masih jauh dari
harapan. Laju deforestasi yang besar (1,17 juta Ha/tahun periode 2003-2006)
mengakibatkan penurunan jumlah luasan hutan di negara ini secara signifikan,
sementara permintaan akan hasil hutan kayu tetap berlangsung. Kondisi ini
menyebabkan industri kehutanan dituntut untuk tetap mempertahankan bahkan
meningkatkan produktivitasnya sembari menerapkan prinsip-prinsip kelestarian
yang belakangan ini disebut Sustainable
Forest Management (SFM). Implementasi lanjut dari SFM ini adalah
diterapkannya Pengelolaan Hutan Alam Produksi Lestari (PHAPL) yang menitik
beratkan pada suatu bentuk pengelolaan hutan yang menjamin kelestarian fungsi
produksi, kelestarian fungsi ekologi, dan kelestarian fungsi sosial. PT. Sari
Bumi Kusuma (SBK) sebagai salah satu pemegang Izin Usaha Pemanfaatan Hasil
Hutan Kayu-Hutan Alam (IUPHHK-HA). Dalam upayanya menjamin kelestarian fungsi
produksi, PT. SBK melakukan penanaman pada lahan bekas tebangan dengan
menerapkan sistem silvikultur Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ) sejak tahun 1999.
TPTJ adalah sistem silvikultur yang meliputi cara tebang pilih dengan batas
diameter 40 cm diikuti dengan permudaan buatan pada lahan bekas tebangan yang
ditanam secara jalur. Jarak tanam adalah 5 m x 20 m dengan lebar jalur
3 m, dan 17 m untuk jalur
antara berupa hutan alam yang dibuat secara berselang-seling. Dalam jalur-jalur
tanam tersebut ditanami berbagai jenis anakan meranti (Shorea spp.), dengan jenis yang diutamakan adalah S. leprosula, Shorea parvifolia, Shorea
johorensis, dan Shorea platyclados.
Dalam upaya
perwujudan kelestarian fungsi produksi perlu diketahui keberhasilan penanaman
dalam jalur tersebut, salah satu indikator keberhasilan penanaman adalah
mengetahui besarnya tingkat pertumbuhan tanaman yang bisa diperoleh dengan
adanya informasi mengenai produktivitas tanaman. Produktivitas tanaman dapat
diukur salah satunya adalah melalui pertumbuhan diameter, disamping karena
mudah pelaksanaannya juga memiliki keakuratan dan konsistensi cukup tinggi.
Oleh karena itu pertumbuhan diameter dapat digunakan untuk menjelaskan produktivitas tanaman (pohon),
(Pamoengkas 2006).
S. leprosula adalah
salah satu jenis kayu komersial terpenting di Asia Tenggara. (Soerianegara, I. dan RHMJ. Lemmens (2002) diacu dalam Wikipedia) dan sedang
mengalami penurunan populasi yang disebabkan penebangan, dan menurut daftar
IUCN tergolong langka (Joker 2002). Meski demikian, penelitian mengenai
pertumbuhan S. leprosula dalam TPTJ
belum banyak dilakukan.
Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui pertumbuhan diameter tanaman Shorea leprosula berumur 5-9 tahun yang dibudidayakan pada lahan
hutan produksi alam melalui sistem silvkultur TPTJ.
Manfaat dari
penelitian ini adalah diketahuinya tren pertumbuhan berupa riap diameter S. leprosula serta sebaran diameternya
pada lokasi penelitian. Informasi pertumbuhan baik sebaran diameter maupun laju
pertumbuhannya (riap) diharapkan dapat digunakan untuk memberikan prediksi pertumbuhan
selanjutnya dan hasil akhir, sebagai dasar dalam pengambilan keputusan
manajemen pengelolahan hutan secara lestari.
Kelebihan Meranti Merah (Shorea leprosula)
Kayu ini lazim dipakai sebagai kayu konstruksi,
panil kayu untuk dinding, loteng, sekat ruangan, bahan mebel dan perabot rumah tangga,
mainan, peti mati dan lain-lain. Meranti merah baik pula untuk membuat kayu
olahan seperti papan partikel, harbor, dan venir untuk kayu lapis. Selain itu,
kayu ini cocok untuk dijadikan bubur kayu, bahan pembuatan kertas. Di samping menghasilkan
kayu, hampir semua meranti merah menghasilkan damar, yakni sejenis resin yang
keluar dari batang atau pepagan yang dilukai. Damar keluar dalam bentuk cairan
kental berwarna kelabu, yang pada akhirnya akan mengeras dalam warna kekuningan,
kemerahan atau kecoklatan, atau lebih gelap. Beberapa jenis meranti merah menghasilkan
buah yang mengandung lemak serupak acang, yang dikenal sebagai tengkawang. Pada
musim-musim tertentu setiap beberapa tahun sekali, buah-buah tengkawang ini dihasilkan
dalam jumlah yang berlimpah-ruah; musim mana dikenal sebagai musim raya buah-buahan
di hutan hujan tropika.Di musim raya seperti itu, masyarakat Dayak di pedalaman
Pulau Kalimantan sibuk memanen tengkawang yang berharga tinggi.
Tanaman Meranti Merah (Shorea
leprosula) mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, yaitu dari umur
tanam 5 tahun hingga 9 tahun adalah 7,23; 12,31; 16,21; 18,26; dan 19,70. Bila digabungkan dengan hasil penelitian Pamoengkas
(2006) yaitu rataan pertumbuhan S.
leprosula umur tanam 1-4 tahun, akan tampak kurva pertumbuhan diameter yang
berbentuk sigmoid .Hal ini menjelaskan bahwa pertumbuhan diameter tegakan S. leprosula yang dikelola dengan sistem
TPTJ sesuai dengan pertumbuhan organisme yang ideal dimana kurva pertumbuhannya
menyerupai huruf S atau berbentuk kurva sigmoid.
Hasil penelitian
memperlihatkan bahwa tanaman S. leprosula
yang ditanam dengan sistem TPTJ menunjukkan perkembangan yang bisa dikatakan
pesat. Rata-rata diameter tanaman yang berumur 9 tahun sudah mencapai
hampir 20 cm (19,70 cm) dan riap (MAI)
sekitar 2,19 cm/ tahun dengan pohon berdiameter terbesar mencapai 28.5 cm
(MAI=3.16 cm/tahun). Mengacu pada Meijer dalam Mindawati dan Tiryana
(2002) yang mengklasifikasikan kecepatan tumbuh suatu jenis pohon ke dalam lima
kelas berdasarkan riap diameter batang, MAI S.
leprosula dalam jalur dengan sistem TPTJ tergolong sangat cepat. Kelima
kelas tersebut adalah sangat cepat (riap > 1,4 cm/tahun), cepat (riap = 1,19
– 1,4 cm/tahun), normal (riap = 0,79 – 1,19 cm/tahun), agak lambat (riap = 0,36
– 0,79 cm/tahun), dan lambat (riap < 0,36 cm/tahun).
KekuranganMeranti Merah (Shorea leprosula)
Pada tanama Meranti Merah (Shorea leprosula) riap diameter rata-rata (MAI), terjadi fluktuasi
dari tahun ke tahun dimana pada umur tanam 5 tahun sebesar 1,45 cm/ tahun
kemudian meningkat menjadi 2,05 cm/
tahun dan 2,31 cm/ tahun pada umur tanam 6 tahun dan 7 tahun, kemudian menurun
menjadi 2,28 cm/ tahun dan 2,19 cm/ tahun pada umur tanam 8 dan 9 tahun. Penurunan pertumbuhan seiring bertambahnya umur tanam
diduga karena ukuran tanaman yang semakin besar juga semakin memerlukan energi
hasil fotosintesis untuk menunjang proses-proses metabolisme (respirasi,
translokasi, dan penyerapan air dan hara mineral), sehingga energi yang tersisa
untuk pertumbuhan tidak sebanyak sebelumya.
Perawatan Meranti Merah juga memerlukan perlakuan
khusus,terutama pada tanaman yang masih berumur kurang dari 6 tahun. Hal ini
diperlukan agar tanaman Meranti Merah dapat bersaing dengan gulma pengganggu.
Meranti Merah juga memerlukan sistem tanam TPTJ agar menghasilkan hasil yang
maksimum. Jika menggunakan sistem tanam lainnya kemungkinan hasil yang didapat tidak
maksimum dan kemungkinan petani dapat merugi.
Pemasalahan Pada Meranti
Merah (Shorea leprosula)
Capaian riap pada berbagai umur tanam menunjukkan
perbedaan yang nyata pada umur tanam 5 tahun saja, sedangkan umur tanam lainnya
dari 6 hingga 9 tahun tidak berbeda nyata, diduga bahwa capaian riap sudah
mencapai maksimal dan mulai konsisten. Bila faktor lingkungan pada masing-masing
petak diasumsikan sama, maka jenis S.
leprosula dengan umur tanam kurang dari 6 tahun masih membutuhkan perlakuan
silvikultur yang intensif, seperti dengan dilakukannya pemeliharaan tanaman
berupa pembebasan vertikal maupun horizontal setiap tahun hingga berumur 5
tahun. Sejauh ini pemeliharan tanaman hanya dilakukan hingga tanaman berumur 4
tahun. Hal ini dikarenakan perkembangan tanaman umur 5 tahun masih belum mampu
bersaing dengan tumbuhan lainnya (gulma) yang juga tumbuh dalam jalur dan
memanfaatkan gap yang terbentuk
akibat pembuatan jalur.
Salah satu komponen
lingkungan yang penting bagi pertumbuhan meranti adalah cahaya. Hal ini
didukung oleh studi yang dilakukan oleh Turner et al. (1993) dan Ang et al.
(1992) dalam Pamoengkas (2006) yang
menyatakan bahwa jenis meranti tidak menunjukkan pertumbuhan yang nyata setelah
dipupuk dan ternyata cahaya merupakan faktor pembatas bagi pertum-buhannya.
Namun hasil pengamatan persentase penutupan tajuk mengatakan hal yang berbeda. Persentase penutupan tajuk rata-rata pada masing-masing kelas diameter
berumur 5 dan 6 tahun, respon perbedaan persentase
penutupan tajuk tidak menunjukkan adanya suatu hubungan atau kecenderungan
tertentu. Dari fenomena ini tampak adanya kemungkinan bahwa ada faktor
lain yang lebih berpengaruh pada masa-masa awal pertumbuhan meranti. Hal ini
didukung oleh hasil penelitian Pamoengkas (2006), bahwa semakin lebar jalur
maka kondisi cahaya semakin baik nampaknya tidak berlaku untuk jenis
Dipterocarps yang memiliki persyaratan cahaya yang bervariasi dan kemungkinan
juga terhadap suhu dan kelembaban.
Begitu
banyaknya faktor-faktor lingkungan tempat tumbuh terhadap pertumbuhan tanaman
mendesak diperlukannya penelitian yang lebih mendalam tentang berbagai
interaksi antar faktor luar tersebut dalam mempengaruhi pertumbuhan. Seperti
yang disebutkan dalam hasil penelitian Wati (2008), bahwa penelitian terhadap
satu faktor lingkungan seperti perbedaan
kelas kelerengan tidak menyebabkan perbedaan yang berarti terhadap pertumbuhan
(tinggi dan diameter) pada S. leprosula. Dugaan perbedaan diameter disebabkan oleh
pengaruh simultan dengan beberapa faktor yang mempengaruhi unsur pertumbuhan, seperti cahaya, lereng dan hara.
Saran
Sebaiknya
Meranti Merah (Shorea leprosura) ditanam dengan sistem Tebang Pilih Tanam
Jalur (TPTJ). Hal ini disebabkan lebih baiknya pertumbuhan Meranti
Merah dengan sistem TPTJ dibandingkan dengan sistem lainnya. Hal lain yang
perlu diperhatikan adalah perlunya perlakuan intensif pada tanaman yang masi
berumur dibawah 6 tahun,hal ini dikarenakan belum “kuatnya” tanaman bersaing
dengan gulma.
Daftar Pustaka
Joker, D. 2002. Informasi
Singkat Benih: Shorea leprosula Miq. Direktorat Perbenihan Tanaman
Kehutanan. Jakarta: Departemen Kehutanan Republik Indonesia.
Mindawati N, Tiryana T. 2002. Pertumbuhan Jenis Pohon Khaya
anthotheca di Jawa Barat. Bulletin Penelitian Hutan No. 632: 47-58.
Pamoengkas, P. 2006. Kajian
Asppek Vegetasi dan Kualitas Tanah Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Jalur
(Studi Kasus di Areal HPH PT. Sari bumi Kusuma, Kalimantan Tengah). [disertasi].
Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Tidak dipublikasikan.
Soerianegara, I dan Lemmens RHMJ. (eds.).
2002. Sumber Daya Nabati Asia Tenggara 5(1): Pohon penghasil kayu
perdagangan yang utama. PROSEA – Balai Pustaka.
Jakarta. ISBN 979-666-308-2. Hal. 415-438.
Wati, NH. 2008. Pertumbuhan Shorea leprosula Miq dan Shorea
Parvifolia Dyer dalam Sistem Silvikultur TPTI Intensif (Studi Kasus di
Areal IUPHHK PT. Sari Bumi Kusuma Unit Sungai Seruyan Kalimantan Tengah)
[skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.
0 komentar:
Posting Komentar