Selasa, 25 Juni 2013

Oleh   : Andrian Telaumbanua
NIM  : 111201059


PENDAHULUAN

Kingdom        : Plantae
Subkingdom  :Tracheobionta
Super Divisi   : Spermatophyta
Divisi              : Magnoliophyta
Kelas               : Magnoliopsida
Sub Kelas       : Dilleniidae
Ordo               : Theales
Famili             : Dipterocarpaceae
Genus             : Shorea
Spesies           : Shorea leprosula(Miq)

TanamanMerantiMerahmerupakan pohon beresin, seringkali berukuran besar. Daun tunggal, berseling, berstipula, tepi rata. Bunga dalam malai, biseksual, aktinomorf; sepal 5, bebas atau berlekatan; petal 5, terpuntir, bebas atau pangkalnya berlekatan; benang sari 10 - banyak, bebas; bakal buah beruang 3 dengan 2 – banyak bakal biji setiap ruang, plasentasi aksial, pangkal style melebar (stylopodium). Buah longkah bersayap (samara) yang berasal dari 2,3 atau 5 sepal yang melebar, biji tanpa endosperma
Meranti merah tergolong kayu keras berbobot ringan sampai berat-sedang. Berat jenisnya berkisarantara 0,3 – 0,86 pada kandungan air 15%. Kayu terasnya berwarna merah muda pucat merah muda kecoklatan, hingga merah tua atau bahkan merah tua kecoklatan. Berdasarkan BJnya, kayu ini dibedakan lebih lanjut atas meranti merah muda yang lebih ringan dan meranti merah tua yang lebih berat. Menurut kekuatannya, jenis-jenis meranti merah dapat digolongkan dalam kelas kuat II-IV, sedangkan keawetannya tergolong dalam kelas III-IV. Kayu ini tidak begitu tahan terhadap pengaruh cuaca, sehingga tidak dianjurkan untuk penggunaan di luar ruangan dan yang bersentuhan dengan tanah. Namun kayu meranti merah cukup mudah diawetkan dengan menggunakan campuran minyak diesel dengan kreosot.
Kontribusi hutan bagi pembangunan bangsa ini tidak bisa dikatakan kecil, sehingga hutan wajib dikelola dan dimanfaatkan secara optimal serta dijaga kelestariannya. Dalam perkembangannya, dinamika hutan dan kehutanan di Indonesia masih jauh dari harapan. Laju deforestasi yang besar (1,17 juta Ha/tahun periode 2003-2006) mengakibatkan penurunan jumlah luasan hutan di negara ini secara signifikan, sementara permintaan akan hasil hutan kayu tetap berlangsung. Kondisi ini menyebabkan industri kehutanan dituntut untuk tetap mempertahankan bahkan meningkatkan produktivitasnya sembari menerapkan prinsip-prinsip kelestarian yang belakangan ini disebut Sustainable Forest Management (SFM). Implementasi lanjut dari SFM ini adalah diterapkannya Pengelolaan Hutan Alam Produksi Lestari (PHAPL) yang menitik beratkan pada suatu bentuk pengelolaan hutan yang menjamin kelestarian fungsi produksi, kelestarian fungsi ekologi, dan kelestarian fungsi sosial. PT. Sari Bumi Kusuma (SBK) sebagai salah satu pemegang Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu-Hutan Alam (IUPHHK-HA). Dalam upayanya menjamin kelestarian fungsi produksi, PT. SBK melakukan penanaman pada lahan bekas tebangan dengan menerapkan sistem silvikultur Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ) sejak tahun 1999. TPTJ adalah sistem silvikultur yang meliputi cara tebang pilih dengan batas diameter 40 cm diikuti dengan permudaan buatan pada lahan bekas tebangan yang ditanam secara jalur. Jarak tanam adalah 5 m x 20 m dengan lebar jalur 3 m, dan 17 m untuk jalur antara berupa hutan alam yang dibuat secara berselang-seling. Dalam jalur-jalur tanam tersebut ditanami berbagai jenis anakan meranti (Shorea spp.), dengan jenis yang diutamakan adalah S. leprosula, Shorea parvifolia, Shorea johorensis, dan Shorea platyclados.
Dalam upaya perwujudan kelestarian fungsi produksi perlu diketahui keberhasilan penanaman dalam jalur tersebut, salah satu indikator keberhasilan penanaman adalah mengetahui besarnya tingkat pertumbuhan tanaman yang bisa diperoleh dengan adanya informasi mengenai produktivitas tanaman. Produktivitas tanaman dapat diukur salah satunya adalah melalui pertumbuhan diameter, disamping karena mudah pelaksanaannya juga memiliki keakuratan dan konsistensi cukup tinggi. Oleh karena itu pertumbuhan diameter dapat digunakan untuk menjelaskan produktivitas tanaman (pohon), (Pamoengkas 2006).
S. leprosula adalah salah satu jenis kayu komersial terpenting di Asia Tenggara. (Soerianegara, I. dan RHMJ. Lemmens (2002) diacu dalam Wikipedia) dan sedang mengalami penurunan populasi yang disebabkan penebangan, dan menurut daftar IUCN tergolong langka (Joker 2002). Meski demikian, penelitian mengenai pertumbuhan S. leprosula dalam TPTJ belum banyak dilakukan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pertumbuhan diameter tanaman Shorea leprosula berumur 5-9 tahun yang dibudidayakan pada lahan hutan produksi alam melalui sistem silvkultur TPTJ.
Manfaat dari penelitian ini adalah diketahuinya tren pertumbuhan berupa riap diameter S. leprosula serta sebaran diameternya pada lokasi penelitian. Informasi pertumbuhan baik sebaran diameter maupun laju pertumbuhannya (riap) diharapkan dapat digunakan untuk memberikan prediksi pertumbuhan selanjutnya dan hasil akhir, sebagai dasar dalam pengambilan keputusan manajemen pengelolahan hutan secara lestari.
Kelebihan Meranti Merah (Shorea leprosula)
Kayu ini lazim dipakai sebagai kayu konstruksi, panil kayu untuk dinding, loteng, sekat ruangan, bahan mebel dan perabot rumah tangga, mainan, peti mati dan lain-lain.  Meranti merah baik pula untuk membuat kayu olahan seperti papan partikel, harbor, dan venir untuk kayu lapis. Selain itu, kayu ini cocok untuk dijadikan bubur kayu, bahan pembuatan kertas. Di samping menghasilkan kayu, hampir semua meranti merah menghasilkan damar, yakni sejenis resin yang keluar dari batang atau pepagan yang dilukai. Damar keluar dalam bentuk cairan kental berwarna kelabu, yang pada akhirnya akan mengeras dalam warna kekuningan, kemerahan atau kecoklatan, atau lebih gelap. Beberapa jenis meranti merah menghasilkan buah yang mengandung lemak serupak acang, yang dikenal sebagai tengkawang. Pada musim-musim tertentu setiap beberapa tahun sekali, buah-buah tengkawang ini dihasilkan dalam jumlah yang berlimpah-ruah; musim mana dikenal sebagai musim raya buah-buahan di hutan hujan tropika.Di musim raya seperti itu, masyarakat Dayak di pedalaman Pulau Kalimantan sibuk memanen tengkawang yang berharga tinggi.
Tanaman Meranti Merah (Shorea leprosula) mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, yaitu dari umur tanam 5 tahun hingga 9 tahun adalah 7,23; 12,31; 16,21; 18,26; dan 19,70. Bila digabungkan dengan hasil penelitian Pamoengkas (2006) yaitu rataan pertumbuhan S. leprosula umur tanam 1-4 tahun, akan tampak kurva pertumbuhan diameter yang berbentuk sigmoid .Hal ini menjelaskan bahwa pertumbuhan diameter tegakan S. leprosula yang dikelola dengan sistem TPTJ sesuai dengan pertumbuhan organisme yang ideal dimana kurva pertumbuhannya menyerupai huruf S atau berbentuk kurva sigmoid.
Hasil penelitian memperlihatkan bahwa tanaman S. leprosula yang ditanam dengan sistem TPTJ menunjukkan perkembangan yang bisa dikatakan pesat. Rata-rata diameter tanaman yang berumur 9 tahun sudah mencapai hampir  20 cm (19,70 cm) dan riap (MAI) sekitar 2,19 cm/ tahun dengan pohon berdiameter terbesar mencapai 28.5 cm (MAI=3.16 cm/tahun). Mengacu pada Meijer dalam Mindawati dan Tiryana (2002) yang mengklasifikasikan kecepatan tumbuh suatu jenis pohon ke dalam lima kelas berdasarkan riap diameter batang, MAI S. leprosula dalam jalur dengan sistem TPTJ tergolong sangat cepat. Kelima kelas tersebut adalah sangat cepat (riap > 1,4 cm/tahun), cepat (riap = 1,19 – 1,4 cm/tahun), normal (riap = 0,79 – 1,19 cm/tahun), agak lambat (riap = 0,36 – 0,79 cm/tahun), dan lambat (riap < 0,36 cm/tahun).

KekuranganMeranti Merah (Shorea leprosula)
Pada tanama Meranti Merah (Shorea leprosula) riap diameter rata-rata (MAI), terjadi fluktuasi dari tahun ke tahun dimana pada umur tanam 5 tahun sebesar 1,45 cm/ tahun kemudian meningkat  menjadi 2,05 cm/ tahun dan 2,31 cm/ tahun pada umur tanam 6 tahun dan 7 tahun, kemudian menurun menjadi 2,28 cm/ tahun dan 2,19 cm/ tahun pada umur tanam 8 dan 9 tahun. Penurunan pertumbuhan seiring bertambahnya umur tanam diduga karena ukuran tanaman yang semakin besar juga semakin memerlukan energi hasil fotosintesis untuk menunjang proses-proses metabolisme (respirasi, translokasi, dan penyerapan air dan hara mineral), sehingga energi yang tersisa untuk pertumbuhan tidak sebanyak sebelumya.
Perawatan Meranti Merah juga memerlukan perlakuan khusus,terutama pada tanaman yang masih berumur kurang dari 6 tahun. Hal ini diperlukan agar tanaman Meranti Merah dapat bersaing dengan gulma pengganggu. Meranti Merah juga memerlukan sistem tanam TPTJ agar menghasilkan hasil yang maksimum. Jika menggunakan sistem tanam lainnya kemungkinan hasil yang didapat tidak maksimum dan kemungkinan petani dapat merugi.

Pemasalahan Pada Meranti Merah (Shorea leprosula)
Capaian riap pada berbagai umur tanam menunjukkan perbedaan yang nyata pada umur tanam 5 tahun saja, sedangkan umur tanam lainnya dari 6 hingga 9 tahun tidak berbeda nyata, diduga bahwa capaian riap sudah mencapai maksimal dan mulai konsisten. Bila faktor lingkungan pada masing-masing petak diasumsikan sama, maka jenis S. leprosula dengan umur tanam kurang dari 6 tahun masih membutuhkan perlakuan silvikultur yang intensif, seperti dengan dilakukannya pemeliharaan tanaman berupa pembebasan vertikal maupun horizontal setiap tahun hingga berumur 5 tahun. Sejauh ini pemeliharan tanaman hanya dilakukan hingga tanaman berumur 4 tahun. Hal ini dikarenakan perkembangan tanaman umur 5 tahun masih belum mampu bersaing dengan tumbuhan lainnya (gulma) yang juga tumbuh dalam jalur dan memanfaatkan gap yang terbentuk akibat pembuatan jalur.
Salah satu komponen lingkungan yang penting bagi pertumbuhan meranti adalah cahaya. Hal ini didukung oleh studi yang dilakukan oleh Turner et al. (1993) dan Ang et al. (1992) dalam Pamoengkas (2006) yang menyatakan bahwa jenis meranti tidak menunjukkan pertumbuhan yang nyata setelah dipupuk dan ternyata cahaya merupakan faktor pembatas bagi pertum-buhannya. Namun hasil pengamatan persentase penutupan tajuk mengatakan hal yang berbeda. Persentase penutupan tajuk rata-rata pada masing-masing kelas diameter berumur 5 dan 6 tahun, respon perbedaan persentase penutupan tajuk tidak menunjukkan adanya suatu hubungan atau kecenderungan tertentu. Dari fenomena ini tampak adanya kemungkinan bahwa ada faktor lain yang lebih berpengaruh pada masa-masa awal pertumbuhan meranti. Hal ini didukung oleh hasil penelitian Pamoengkas (2006), bahwa semakin lebar jalur maka kondisi cahaya semakin baik nampaknya tidak berlaku untuk jenis Dipterocarps yang memiliki persyaratan cahaya yang bervariasi dan kemungkinan juga terhadap suhu dan kelembaban.
Begitu banyaknya faktor-faktor lingkungan tempat tumbuh terhadap pertumbuhan tanaman mendesak diperlukannya penelitian yang lebih mendalam tentang berbagai interaksi antar faktor luar tersebut dalam mempengaruhi pertumbuhan. Seperti yang disebutkan dalam hasil penelitian Wati (2008), bahwa penelitian terhadap satu faktor lingkungan seperti perbedaan kelas kelerengan tidak menyebabkan perbedaan yang berarti terhadap pertumbuhan (tinggi dan diameter) pada S. leprosula. Dugaan perbedaan diameter disebabkan oleh pengaruh simultan dengan beberapa faktor yang mempengaruhi unsur pertumbuhan, seperti cahaya, lereng dan hara.

Saran
            Sebaiknya Meranti Merah (Shorea leprosura) ditanam dengan sistem Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ). Hal ini disebabkan lebih baiknya pertumbuhan Meranti Merah dengan sistem TPTJ dibandingkan dengan sistem lainnya. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah perlunya perlakuan intensif pada tanaman yang masi berumur dibawah 6 tahun,hal ini dikarenakan belum “kuatnya” tanaman bersaing dengan gulma.

Daftar Pustaka
Joker, D. 2002. Informasi Singkat Benih: Shorea leprosula Miq. Direktorat Perbenihan Tanaman Kehutanan. Jakarta: Departemen Kehutanan Republik Indonesia.
Mindawati N, Tiryana T. 2002. Pertumbuhan Jenis Pohon Khaya anthotheca di Jawa Barat. Bulletin Penelitian Hutan No. 632: 47-58.

Pamoengkas, P. 2006. Kajian Asppek Vegetasi dan Kualitas Tanah Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Jalur (Studi Kasus di Areal HPH PT. Sari bumi Kusuma, Kalimantan Tengah). [disertasi]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Tidak dipublikasikan.
Soerianegara, I dan Lemmens RHMJ. (eds.). 2002. Sumber Daya Nabati Asia Tenggara 5(1): Pohon penghasil kayu perdagangan yang utama. PROSEA – Balai Pustaka. Jakarta. ISBN 979-666-308-2. Hal. 415-438.
Wati, NH. 2008. Pertumbuhan Shorea leprosula Miq dan Shorea Parvifolia Dyer dalam Sistem Silvikultur TPTI Intensif (Studi Kasus di Areal IUPHHK PT. Sari Bumi Kusuma Unit Sungai Seruyan Kalimantan Tengah) [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.

0 komentar:

Posting Komentar

Blogger templates

Blogger news

Blogroll

Blogger templates

About