Selasa, 23 Juli 2013


Masih segar dalam pemberitaan mengenai lima pencari gaharu yang terjebak di atas pohon selama lima hari karena dikepung oleh lima ekor harimau yang mengamuk karena para pria tersebut telah membunuh seekor anak harimau. Berikut tersaji analisis dari peristiwa tersebut.
Setelah lima hari terjebak di atas pohon untuk menghindari induk harimau Sumatera yang mengamuk, kelima pria yang memasang jerat dan membunuh seekor anak harimau Sumatera ini berhasil dievakuasi oleh tim penyelamat. Tim yang berjumlah kurang lebih 30 orang ini terdiri dari aparat kepolisian, TNI, pihak taman nasional, LSM, BKSDA setempat dan tim SAR. Sebelum tim ini menyelamatkan kelima pria ini, sejumlah penduduk desa sempat berupaya menyelamatkan mereka, namun akhirnya terpaksa berbalik karena kelima harimau masih menunggui di bawah pohon.
Tim penyelamat berhasil menemukan kelima pria yang masih ditunggui oleh lima ekor harimau Sumatera dewasa saat diselamatkan dari sebuah pohon di Taman Nasional Leuser di Aceh Tamiang. "Saya menerima kabar dari tim evakuasi bahwa mereka sudah berhasil diselamatkan setelah tiga orang pawang berhasil menjauhkan harimau dari sekitar lokasi penyelamatan," ungkap Letnan Satu Surya Purba, Juru Bicara pihak kepolisian setempat. Kelima pria yang selamat ini adalah Adi Susilo, Mujiono, Budi Setiawan, Suriadi, dan Awaludin.
Ilustrasi: Harimau Sumatera (FOTO: Huffington Post)
Ilustrasi: Harimau Sumatera (FOTO: Huffington Post)
Seperti dilansir oleh BBC.co.uk, Kepala Taman Nasional Leuser, Andi Basrul menyatakan bahwa para pencari kayu gaharu tersebut dibawa ke desa terdekat, yang berjarak enam jam berjalan kaki. Sementara Jamal Gayu dari Leuser International Foundation mengatakan bahwa kelima pria ini berada dalam kondisi sangat lemah setelah mereka tidak makan samasekali selama tiga hari, setelah lima hari terjebak di pohon. Salah satu rekan mereka bernama David, sudah lebih dulu tewas setelah dicabik oleh harimau Sumatera yang mengamuk setelah anaknya mati terjerat jebakan besi yang dipasang para pencari gaharu ini.
Gaharu adalah sejenis kayu yang mengandung creosote khas yang sangat wangi dan umumnya digunakan dalam industri parfum dan berharga sangat mahal. Harga setiap kilogram gaharu biasanya berkisar Rp 5 juta.
Keenam pria ini yang merupakan warga dari Desa Simpang Kiri di Kabupaten Aceh Tamiang ini memasuki kawasan taman nasional untuk mencari gaharu pada hari Selasa, 2 Juli 2013 silam, dan dalam perjalanan mereka terpaksa berurusan dengan harimau Sumatera pada Kamis 4 Juli 2013 silam.
Dalam perjalanan, biasanya para pencari gaharu ini biasanya mencari satwa di hutan untuk dijadikan bahan makanan. Hal yang sama dilakukani dengan keenam pria yang mulai masuk ke hutan sejak pekan lalu ini. Mereka memasang jerat dari tali besi untuk menangkap rusa. Sayang, bukan rusa yang didapat, namun justru anak harimau yang masuk perangkap. Anak harimau ini joke mati dan sontak membuat induknya mengamuk dan membunuh David yang saat itu masih dalam jangkauannya. Sementara kelima rekan David yang lain, berhasil menyelamatkan diri dengan naik ke pohon untuk menyelamatkan diri.
Sejak itu, kelima pria ini tertahan di atas pohon, karena induk harimau tersebut belakangan ditemani oleh empat individu harimau Sumatera lainnya, dan mengepung mereka hingga saat mereka dievakuasi lima hari kemudian.

Harimau Masuk Kampung, atau Manusia Membongkar Hutan?

Taman Nasional Leuser sendiri adalah salah satu medium utama harimau Sumatera yang masih tersisa. Namun ekspansi pembangunan hingga ke dalam kawasan hutan, terus menekan medium satwa-satwa yang masih tersisa di alam liar ini. Akibat tekanan ini, sejumlah satwa besar seringkali dinilai memasuki wilayah manusia, dan bukan sebaliknya.
Pembangunan jalan tembus antarkabupaten dalam 10 tahun terakhir di Aceh sendiri telah memutuskan sedikitnya enam koridor satwa di kawasan hutan ekosistem Leuser dan ekosistem Ulu Masen. Ini merupakan dua kawasan hutan penting di Sumatera, seluas 3,3 juta hektare. Ia juga menjadi satu-satunya tempat masih ditemukan empat spesies satwa Sumatera yang terancam punah: gajah Sumatera, harimau Sumatera, badak Sumatera dan orangutan Sumatera. Kawasan ini juga menyimpan 4.500 spesies flora dan fauna Indo Malaya, sebagian sangat langka.
Tak hanya di Aceh, peristiwa serupa juga terjadi di beberapa kawasan lain di Sumatera. Akibat hilangnya medium ini, satwa-satwa besar, termasuk harimau Sumatera seringkali mejelajah wilayah yang dulu merupakan wilayahnya. Pada bulan Mei 2012 silam seekor harimau Sumatera masuk ke kawasan penduduk di desa Tanjung Petai, Kecamatan V Kuto, Kabupaten Mukomuko, Bengkulu awal Mei 2012 silam. Peristiwa ini terjadi setelah beberapa hari sebelumnya seorang penduduk desa juga dikejar harimau, namun berhasil melarikan diri dan tidak mengalami luka fisik.
Sementara di akhir Mei 2012, seekor harimau Sumatra betina terjebak jerat rusa di Desa Muara Hemat, Kecamatan Batang Merangin, Kabupaten Kerinci, Jambi. Harimau dengan panjang 147 cm dan tinggi 58 cm ini terjerat rope baja di sebuah semak belukar, di ladang desa tersebut. Kondisi lokasi yang sangat padat semak belukar membuat tim evakuasi yang bertugas mengalami kesulitan untuk segera melepaskan harimau tersebut dari jerat.
Peristiwa lainnya terjadi pada akhir Februari 2013 silam, saat warga desa Muaro Sebo dan Pemayung, Kabupaten Batanghari, Jambi tengah diresahkan dengan munculnya harimau di desa mereka. Bahkan 28 Februari 2013 silam, seorang warga desa Muaro Sebo mengaku telah diserang harimau.
Berbagai kasus ini terus bertambah seiring dengan semakin maraknya laju hilangnya hutan yang menjadi medium satwa-satwa besar di Sumatera.

Harimau Mahluk yang Sensitif

Ilustrasi: Harimau yang terjerat (FOTO: savesumatra.org)
Ilustrasi: Harimau yang terjerat (FOTO: savesumatra.org)
Seorang Peneliti Indonesia di kampus Virginia Tech, Virginia, Amerika Serikat bernama Sunarto bersama dengan mitranya merilis hasil penelitian terkait harimau Sumatera. Penelitian yang berjudul "Threatened predator on a equator: Multi-point contentment estimates of a tiger Panthera tigris in executive Sumatra" ini telah dimuat di jurnal ilmiah Oryx – The International Journal of Conservation bulan Apr 2013 silam. Penelitian ini mengungkapkan tentang gangguan yang dialami oleh Harimau Sumatera akibat kehadiran manusia yang mengakibatkan rendahnya kepadatan populasi Harimau Sumatera di medium mereka.
"Harimau tak hanya terancam dengan hilangnya medium akibat deforestasi dan perburuan, namun mereka juga sangat sensitif terhadap kehadiran manusia," ungkap Sunarto. "Mereka bukan hanya tidak bisa bertahan di wilayah-wilayah dengan daya dukung yang memadai, namun mereka bahkan tidak bisa hidup di hutan yang memang sudah pas untuk mereka, jika di dalamnya terlalu banyak terjadi aktivitas yang dilakukan oleh manusia."
Fenomena ini, tidak hanya terjadi di Indonesia. Sejumlah negara Asia lainnya, juga menjadi locus konflik kepentingan antara harimau dan manusia, yang umumnya dimenangkan oleh manusia.

Lebih dari 1400 Harimau Tewas di Asia

Sementara sebuah kompilasi laporan terkini yang dirilis oleh lembaga yang melakukan monitoring dan pencegahan perdagangan satwa liar dunia, TRAFFIC menyatakan setidaknya 1425 ekor harimau sudah ditangkap di Asia dalam 13 tahun terakhir. Namun dari information di dalam laporan berjudul Reduced to Skin and Bones Revisited yang meliputi 13 negara, Kamboja adalah yang terparah, tak ada information jumlah penangkapan harimau yang tercatat selama periode tersebut.
Salah satu gudang di Cina berisi tumpukan kult harimau yang siap diolah untuk dijual. Perburuan liar harimau untuk diambil kulitnya menjadi salah satu penyebab hilangnya populasi harimau secara drastis di dunia.
Dalam anĂ¡lisis laporan ini terlihat jelas bahwa kendati upaya perlawanan dan pencegahan terus dilakukan dalam perdagangan bagian-bagian tubuh harimau, namun kondisi di lapangan membuktikan bahwa hal ini tetap menjadi perhatian utama karena masih terus terjadi, ungkap TRAFFIC. Sekitar 654 ekor harimau dibunuh dan bagian tubuhnya diperjualbelikan, mulai dari kulit hingga tulang, lalu gigi, telapak kaki dan tengkoraknya selama periode ini, atau sekitar 110 ekor harimau mati diburu setiap tahun, dengan angka rata-rata dua ekor atau lebih setiap minggunya.
Peristiwa yang terjadi di Aceh Tamiang, kembali mengingatkan, bahwa manusia masih menjadi momok menakutkan bagi satwa-satwa besar yang dilindungi. Serangan harimau Sumatera terhadap pencari gaharu, tak perlu terjadi seandainya kita bijaksana dalam berperilaku di dalam hutan. Dan jangan pernah lupa, manusia bukan mahluk tunggal penghuni Bumi ini.

2 komentar:

Blogger templates

Blogger news

Blogroll

Blogger templates

About