Selasa, 25 Juni 2013

Oleh   : Rizki Munaza
NIM  : 111201069


BAB I
PENDAHULUAN


Latar Belakang
            Perubahan gaya hidup masyarakat Indonesia dan dunia saat ini, ikut  mengubah pilihan masyarakat terhadap jenis kayu yang digunakan. Sebelumnya, masyarakat menginginkan kayu yang istimewa untuk meubel dan bahan bangunan. Kayu-kayu seperti Jati memang berkualitas, namun bobotnya tergolong berat. Saat ini, masyarakat lebih memilih kayu-kayu yang tidak hanya kuat, tetapi juga ringan dan mudah untuk dipindahkan. Jabon yang memiliki nama latin  Anthocephalus macrophyllus hadir sebagai solusi untuk memecahkan permasalahan kebutuhan kayu dan dilema kerusakan kawasan hutan yang terus meningkat setiap tahun, sehingga jabon dapat menjadi solusi kebutuhan kayu masa depan.
            Keistimewaan lain dari jabon (Anthocephalus macrophyllus) adalah kemudahan dalam budidayanya. Dengan perawatan seadanya, tanaman ini dapat tumbuh subur meskipun waktu tebangnya sedikit lebih lama dibandingkan dengan A.  macrophyllus yang dirawat secara intensif dengan sistem silvikultur yang baik dan benar.
            Melalui pendekatan agribisnis, pengembangan usaha hutan rakyat dilakukan secara komprehensif melalui pengembangan subsistem produksi, produksi pengolahan hasil, pemasaran dan kelembagaan pendukung secara simultan. Saat ini usaha hutan rakyat telah menjadi salah satu pilihan usaha tani di lahan kering yang cukup menjanjikan dan diminati petani walaupun belum dapat dikatakan menjadi andalan pendapatan petani (http://www.dephut.go.id).
            Untuk itu makalah “Agribisnis Tanaman Jabon (Anthocephalus macrophyllus)” ini dibuat untuk menambah informasi mengenai permasalahn tanaman kehutanan dalam Agribisnis.

Rumusan Masalah
            Rumusan makalah ini adalah sebagai berikut.
1.                Bagaimana gambaran umum usaha agribisnis tanaman jabon  (Anthocephalus macrophyllus)?
2.                Permasalahan apa saja yang dihadapi dalam agribisnis tanaman kehutanan yaitu jabon  (Anthocephalus macrophyllus)?
Tujuan
            Tujuan makalah “Agribisnis Tanaman Jabon (Anthocephalus macrophyllus)” ini adalah untuk mengetahui gambaran umum dan permasalahan dalam Agribisnis tanaman kehutanan.



BAB 2
ISI


Gambaran Umum Agribisnis Tanaman Jabon   (Anthocephalus macrophyllus)
           
            Industri kehutanan tengah kembali bergairah dengan kehadiran jenis kayu  cepat tumbuh (fast growing species) yang dapat dipanen dalam waktu yang relatif singkat. Jabon merupakan salah satu jenis kayu cepat tumbuh yang saat ini lagi trend diperbincangkan oleh banyak kalangan baik pemerintah, pelaku industri, praktisi kehutanan, peneliti, petani kayu sampai masyarakat biasa. Jabon hadir ditengah kemelut kegelisahan para petani kayu dan pelaku industri yang bergerak dibidang kehutanan, yang telah menginvestasikan sejumlah modalnya untuk bertanam sengon, yaitu salah satu jenis kayu cepat tumbuh yang bernilai ekonomis, namun sayangnya sengon sangat rentan terhadap penyakit karat tumor yang disebabkan oleh cendawan (Uromycladium tepperianum). Cendawan ini dapat menyebabkan kerusakan tegakan sengon sampai 100%.   
            Jabon saat ini mulai menjadi andalan industri perkayuan, termasuk kayu lapis, kayu lamina dan industri perkayuan lainnya. Pasalnya, jabon memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan tanaman kayu lainnya seperti sengon, akasia, pinus dan ekaliptus yang sudah populer sebelumnya. Selain pertumbuhannya yang cepat, keunggulan jabon diantaranya memiliki tingkat kelurusan batang yang sangat bagus, cabangnya rontok sendiri (self pruning) sehingga tidak memerlukan pemangkasan dan lebih tahan penyakit                     (Halawane dkk, 2011).
            Prospek pengembangan budidaya jabon sangat menguntungkan. Seiring dengan kenaikan harga jual kayu jabon, bisnis ini dapat menghasilkan keuntungan sampai ratusan juta rupiah dengan waktu panen yang singkat sekitar 5-6 tahun. Jaminan pasar yang siap menampung panen kayu jabon menjadikan pembudidayaan jabon memiliki peluang usaha yang sangat baik.
            Keberhasilan pengembangan hutan rakyat atau usaha rakyat akan sangat tergantung dari keberhasilan pengembangan subsistem agribisnis. Oleh karenanya diperlukan koordinasi, sinkronisasi dan sinergitas program, baik diantaranya sektor maupun litas sektor. Agribisnis sebagai suatu sistem harus memiliki subsistem agribisnis dan subsistem penunjang. Subsistem Agribisnis yaitu subsistem input, subsistem produksi, subsistem pengolahan, dan subsistem pemasaran. Jika s subsistem- subsistem tersebut diintegrasikan dengan tepat maka usaha yang dikelola dapat memberikan keuntungan bagi pegelola.
            Indonesia memiliki 4000 spesies kayu-kayuan, sebanyak 267 spesies diantaranya merupakan kayu bernilai jual tinggi dan sebanyak 647 spesies lainnya merupakan spesies yang dilindungi (IUCN Red List, 2000 dalam Indriani, 2008). Hal ini  menyebabkan Indonesia dikenal sebagai salah satu wilayah dengan megabiodiversity-nya. Dengan fakta tersebut seharusnya Indonesia tidak kesulitan untuk menemukan jenis tanaman kayu sebagai bahan baku pulp yang sesuai dengan karakteristik ekologis lokalnya. Jenis tersebut akan cenderung lebih memberikan efek positif terhadap ekosistem. Untuk itu, pencarian (eksplorasi) jenis tanaman kayu baru sebagai bahan baku pulp lebih difokuskan pada jenis-jenis endemik Indonesia. 
            Salah satu jenis endemik Indonesia yang mempunyai potensi cukup baik sebagai bahan baku pulp adalah jabon merah (Anthocephalus macrophyllus) ini dapat dilihat dari karakteristik tanamannya; sifat kayu (berat jenis dan kandungan kimia kayu); dimensi serat dan turunan; serta rendemen dan sifat pulpnya. Pratiwi (2003) melaporkan bahwa karakteristik tanaman jabon antara lain adalah pohonnya cepat tumbuh, dapat tumbuh di berbagai tipe tanah, belum ada hama penyakit yang serius, dan ketersediaan informasi silvikulturnya relatif sudah lengkap. Sementara itu, Soerianegara  dan Lemmens (2001) menyatakan bahwa pulp sulfat yang dihasilkan dari jabon mempunyai kualitas yang cukup baik sebagai bahan baku kertas, dan hasil pulp kraft dari jabon mempunyai rendemen sekitar 48,5%.  
            Jabon (Anthocephalus macrophyllus) mempunyai potensi yang cukup baik sebagai bahan baku pulp di masa yang akan datang. Oleh karena itu informasi tentang karakteristik umum jabon, sifat kayu (berat jenis dan kandungan kimia kayu), dimensi serat dan turunannya, serta rendemen dan sifat pulp dari jabon perlu diperhatikan supaya pengembangan jenis jabon sebagai bahan baku alternatif pulp tidak mengalami kegagalan di masa depan.              

Keunggulan pohon jabon dibandingkan Sengon
            Jabon dan Sengon merupakan dua diantara sekian banyak jenis pohon cepat tumbuh (fast growing species) yang terdapat di Indonesia dan potensial untuk dikembangkan. Dua jenis pohon tersebut sangat potensial untuk dikembangkan dalam pembangunan hutan tanaman maupun untuk tujuan lainnya, seperti penghijauan, reklamasi lahan bekas tambang, dan sebagai pohon peneduh. Meskipun jabon dan sengon sama-sama merupakan jenis yang cepat tumbuh, namun pohon jabon memiliki beberapa sifat yang lebih unggul bila dibandingkan dengan pohon sengon. Keunggulan kayu jabon dibandingkan kayu sengon dapat dilihat pada tabel 1 berikut.
Tabel 1. Keunggulan sifat mekanika kayu jabon dibandingkan kayu sengon
Parameter
Jabon
Sengon
Kerapatan (g/cm2)
0,55
0,34
Kadar air
16,00
12,54
Kateguhan lentur statis MOR
                                      MOE
260,75
43850,00
319,92
45505,67
Keteguhan tekan/ serat 9kg/cm2)
189,98
165,18
Sumber: Abdurachman dan Hadjib, N. (2009)
            Dari tabel diatas dapat simpulkan bahwa kayu jabon lebih kuat dari kayu sengon karena kerapatan kayu jabon lebih besar dibandingkan dengan kayu sengon. Selain itu, keunggulan pohon jabon lainnya menurut Halawane dkk, (2011) yaitu tahan terhadap penyakit karat tumor yang umumnya menyebabkan kematian terhadap  pohon sengon.
Produksi kayu Jabon
            Di indonesia Jabon dikenal sebagai kelempayan. Tanaman ini terdapat di pulau Jawa, Sumataera, Kalimantan, Sulawesi dan Irian Jaya. Tanaman yang termasuk famili Rubiaceae ini tumbuh baik pada ketinggian 0-1000 m dpl.              Budidaya tanaman Jabon akan memberikan keuntungan yang sangat menggiurkan apabila dikerjakan secara serius dan benar. Perkiraan dalam 5 – 6 tahun mendatang, diperoleh dari penjualan 1000 pohon berumur 5 – 6 tahun dengan hasil kayu sebanyak 800 – 1.000 m3  per ha. Prediksi harga jabon pada 5 tahun mendatang Rp1,2-juta/m (http://www.paguyubanjabon.com).
Pengolahan kayu jabon
Kayu jabon dapat diolah menjadi barang sebagai berikut.
1.         Kayu Jabon dapat digunakan untuk korek api, Slet (pinsil), sumpit sebab kayu jabon ringan, bahan kerajinan tangan
2.         Sebagai Peti pembungkus atau peti kemas selain mempunyai keteguhan gesek, keteguhan pukul dan cukup ringan.
3.         Kayu Jabon juga dapatdi gunakan sebagai bahan baku kertas (pulp) dikarenakan mempunyai sifat kimia yaitu memiliki kandungan selulosa cukup tinggi ± 52.4% dan panjang serat 1.979.
4.         Kayu jabon sebagai veneer atau bahan baku kayu lapis (plywood) karena memiliki serat yang harus, berat kayu tergolong ringan, pada umumya bentuk batang silindris sehinnga tidak bayak bahan yang terbuang sewaktu masuk mesin rotary (pengupasan). Dan memunyai tingkat keuletan sehigga veneer yang di hasil kan tidak mudah robek atau patah mengingat panjang serat cukup tinggi. Untuk sekarang ini banyak di gunakan seperti yang di gunakan pada salah sayu perusahaan plywood di kab Cirebon jawa barat.
Keterkaitan antar subsistem
            Sebelum memasuki tahap akhir dari subsistem agribsnis pemasaan, maka perlu adanya tahap awal pembangunan agribisnis usaha rakyat yang didasarkan pada kelimpahan faktor-faktor produksi, tenaga kerja yang terdidik dan sumberdaya alam dalam hal ini adalah pohon jabon. Pada tahap ini subsistem produksi (budidaya jabon) merupakan penggerak utama sistem agribisnis. Kelimpahan produksi yang disertai dengan ketersediaan tenaga terdidik, maka produk-produk yang akan dihasilkan dari pohon jabon diupayakan sebagian besar dalam bentuk olahan. Upaya lain yang akan dilakukan adalah melalui kemitraan dengan investor yang dapat mengolah bahan baku kayu jabon menjadi bentuk olahan.
            Pada tahap akhir, pembanguna agribisnis tanaman jabon didasarkan atas inovasi (pengetahuan, teknologi, dan sumberdaya manusia yang terdidik) serta peran pembibitan pohon jabon (sub sistem sarana produksi) menjadi penggerak utama sistem agribisnis. Produk bibit unggul dan bermutu akan mendapat perhatian untuk memenuhi kebutuhan pasar yang mempunyai daya saing tinggi.

Permasalahan Dalam Agribisnis Tanaman Jabon Merah
            Keberhasilan hidup dan pertumbuhan tanaman jabon merah  atau samama  dipengaruhi oleh berbagai faktor lingkungan. Untuk memperoleh hasil kayu yang baik dan untuk meningkatkan peran positif dari faktor lingkungan, diperlukan perawatan dan pemeliharaan  yang intensif.
            Jabon  memerlukan perawatan yang kontinyu minimal sampai umur 3 tahun. Perawatan awal pada bibit biasanya dilakukan dengan cara penyemprotan pestisida secara aktif setiap 1 minggu selama 3-5 bulan. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari guguran daun dan serangan ulat daun.   Jabon mengalami absisi atau menggugurkan cabang sendiri dan defiolasi atau menggugurkan daun. Sebaiknya cabang yang patah terjadi secara alami bukan dipaksa. Apabila cabang yang patah karena dipaksa maka mata kayu tumbuh kedalam sehingga menurunkan mutu  kayu. Menurut Prosea Plant Resources of South East Asia, pada umur 0 sampai 6 atau 8 tahun pertumbuhan jabon di Brunei mencapai 3 m/th
dengan pertambahan riap 7 cm/th. Setelah itu kecepatan tumbuhnya turun menjadi 2 m/th dengan diameter 3 cm/th sampai tanaman berusia 20 tahun (Trubus, 2010).
            Selain memerlukan perawatan yang intensif, permasalahn lainnya terletak pada subsistem produksi yaitu produksi jabon akan menurun jika terserang hama dan penyakit. Sehingga pemeliharaan jabon harus dilakukan secara intensif dengan menyediakan faktor produksi seperti penyediaan tempat tumbuh yang tepat, tenaga kerja yang handal di lapangan dan berpengethuan dan penyedian subsistem penunjang seperti jasa pengangkutan yang tepat agar bibit jabon tidak mengalami kerusakan saat pemindahan untuk dilkukan penanaman. Oleh karena itu semua subsistem harus terintegrasi dengan tepat mulai dari susbsistem produksi dalam penyediaan kebutuhan bibit yang berkualitas dan unggul terpenuhi, dan subsistem pengolahan hasil produksi yang tepat dan berkemampuan teknologi pengolahan hasil produksi yang tinggi.
            Namun, pada subsistem pengolahan sering terjadi permasalahn atau kendala yaiitu suplai bahan  baku yang seringkali belum kontinyu. Sedangkan pada subsistem pemasaran, permasalahan yang sering muncul adalah adanya permintaan pasar yang menghendaki kualitas kayu jabon yang tinggi belum terpenuhi oleh pengusaha, penjualan kayu dalam bentuk tegakan atau pohon yang merugikan petani,dan sistem informasi belum terrbangun.
            Untuk mengatasi permasalahan di berbagai subsistem agribisnis, beberapa solusi yang dapat dilakukan untuk memperbaiki sistem agribisnis adalah sebagai berikut.
1.      Menggunakan tenaga kerja yang terdidik dan unggul dilapangan sehingga produksi kayu jabon berkualitas baik yang dihasilkan dan mampu bersaing dipasar dunia.
2.      Menyediakan subsistem kelembagaan sebagai dukungan lembaga keuangan
3.      Pengembangan usaha ekonomi produktif sektor kehutanan.
4.      Pemberian pelatihan teknik silvikultur bagi para pekerja
5.      Menjalin kemitraan dengan industri pengolahan kayu dalam rangka pembanguna industri pengolahan kayu terpadu
6.      Pembinaan terhadap industri-industri pengolahan kayu kerjasama dengan dinas perindustrian dan perdagangan.
7.      Pengembangan informasi pasar
8.      Pengembangan kemitraan kelompok tani dengan pengusaha kayu
9.      Dukungan dana melalui APBD kabupaten, provinsi, dan pusat serta dana hibah ITTO.
1.  Perbaikan sarana transfortasi ke sentra-sentra produksi.

BAB 3
KESIMPULAN

            Keberhasilan pengembangan usaha rakyat akan sangat tergantung dari keberhasilan pengembangan subsistem agribisnis. Oleh karenanya diperlukan koordinasi, sinkronisasi dan sinergitas program, baik diantaranya sektor maupun litas sektor. Agribisnis sebagai suatu sistem harus memiliki subsistem agribisnis dan subsistem penunjang. Subsistem Agribisnis yaitu subsistem input, subsistem produksi, subsistem pengolahan, dan subsistem pemasaran. Jika subsistem- subsistem tersebut diintegrasikan dengan tepat maka usaha yang dikelola dapat memberikan keuntungan bagi pegelola.

 DAFTAR PUSTAKA
Abdurachman dan Hadjib, N. 2009. Mutu Beberapa Jenis Kayu Tanaman Untuk   Bahan Bangunan Berdasarkan Sifat Mekanisnya. Prosiding PPI        Standarisasi. Jakarta.

Halawane, J.E, Hanif N.H., dan Kinho J.2011. Prospek Pengembangan Jabon Merah (Anthocephalus macrophyllus) Solusi Kebutuhan Masa Depan. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan dan Balai Penelitian Kehutanan Manado.



Pratiwi. 2003. Prospek Pohon Jabon Untuk Pengembangan Hutan Tanaman.          Buletin Penelitian Kehutanan 4:62-66. Bogor.

Soerinegara dan Lemmens. 2001. Perlindungan Tanaman. Penebar Swadaya.          Jakarta

0 komentar:

Posting Komentar

Blogger templates

Blogger news

Blogroll

Blogger templates

About