Selasa, 23 Juli 2013


Masih segar dalam pemberitaan mengenai lima pencari gaharu yang terjebak di atas pohon selama lima hari karena dikepung oleh lima ekor harimau yang mengamuk karena para pria tersebut telah membunuh seekor anak harimau. Berikut tersaji analisis dari peristiwa tersebut.
Setelah lima hari terjebak di atas pohon untuk menghindari induk harimau Sumatera yang mengamuk, kelima pria yang memasang jerat dan membunuh seekor anak harimau Sumatera ini berhasil dievakuasi oleh tim penyelamat. Tim yang berjumlah kurang lebih 30 orang ini terdiri dari aparat kepolisian, TNI, pihak taman nasional, LSM, BKSDA setempat dan tim SAR. Sebelum tim ini menyelamatkan kelima pria ini, sejumlah penduduk desa sempat berupaya menyelamatkan mereka, namun akhirnya terpaksa berbalik karena kelima harimau masih menunggui di bawah pohon.
Tim penyelamat berhasil menemukan kelima pria yang masih ditunggui oleh lima ekor harimau Sumatera dewasa saat diselamatkan dari sebuah pohon di Taman Nasional Leuser di Aceh Tamiang. "Saya menerima kabar dari tim evakuasi bahwa mereka sudah berhasil diselamatkan setelah tiga orang pawang berhasil menjauhkan harimau dari sekitar lokasi penyelamatan," ungkap Letnan Satu Surya Purba, Juru Bicara pihak kepolisian setempat. Kelima pria yang selamat ini adalah Adi Susilo, Mujiono, Budi Setiawan, Suriadi, dan Awaludin.
Ilustrasi: Harimau Sumatera (FOTO: Huffington Post)
Ilustrasi: Harimau Sumatera (FOTO: Huffington Post)
Seperti dilansir oleh BBC.co.uk, Kepala Taman Nasional Leuser, Andi Basrul menyatakan bahwa para pencari kayu gaharu tersebut dibawa ke desa terdekat, yang berjarak enam jam berjalan kaki. Sementara Jamal Gayu dari Leuser International Foundation mengatakan bahwa kelima pria ini berada dalam kondisi sangat lemah setelah mereka tidak makan samasekali selama tiga hari, setelah lima hari terjebak di pohon. Salah satu rekan mereka bernama David, sudah lebih dulu tewas setelah dicabik oleh harimau Sumatera yang mengamuk setelah anaknya mati terjerat jebakan besi yang dipasang para pencari gaharu ini.
Gaharu adalah sejenis kayu yang mengandung creosote khas yang sangat wangi dan umumnya digunakan dalam industri parfum dan berharga sangat mahal. Harga setiap kilogram gaharu biasanya berkisar Rp 5 juta.
Keenam pria ini yang merupakan warga dari Desa Simpang Kiri di Kabupaten Aceh Tamiang ini memasuki kawasan taman nasional untuk mencari gaharu pada hari Selasa, 2 Juli 2013 silam, dan dalam perjalanan mereka terpaksa berurusan dengan harimau Sumatera pada Kamis 4 Juli 2013 silam.
Dalam perjalanan, biasanya para pencari gaharu ini biasanya mencari satwa di hutan untuk dijadikan bahan makanan. Hal yang sama dilakukani dengan keenam pria yang mulai masuk ke hutan sejak pekan lalu ini. Mereka memasang jerat dari tali besi untuk menangkap rusa. Sayang, bukan rusa yang didapat, namun justru anak harimau yang masuk perangkap. Anak harimau ini joke mati dan sontak membuat induknya mengamuk dan membunuh David yang saat itu masih dalam jangkauannya. Sementara kelima rekan David yang lain, berhasil menyelamatkan diri dengan naik ke pohon untuk menyelamatkan diri.
Sejak itu, kelima pria ini tertahan di atas pohon, karena induk harimau tersebut belakangan ditemani oleh empat individu harimau Sumatera lainnya, dan mengepung mereka hingga saat mereka dievakuasi lima hari kemudian.

Harimau Masuk Kampung, atau Manusia Membongkar Hutan?

Taman Nasional Leuser sendiri adalah salah satu medium utama harimau Sumatera yang masih tersisa. Namun ekspansi pembangunan hingga ke dalam kawasan hutan, terus menekan medium satwa-satwa yang masih tersisa di alam liar ini. Akibat tekanan ini, sejumlah satwa besar seringkali dinilai memasuki wilayah manusia, dan bukan sebaliknya.
Pembangunan jalan tembus antarkabupaten dalam 10 tahun terakhir di Aceh sendiri telah memutuskan sedikitnya enam koridor satwa di kawasan hutan ekosistem Leuser dan ekosistem Ulu Masen. Ini merupakan dua kawasan hutan penting di Sumatera, seluas 3,3 juta hektare. Ia juga menjadi satu-satunya tempat masih ditemukan empat spesies satwa Sumatera yang terancam punah: gajah Sumatera, harimau Sumatera, badak Sumatera dan orangutan Sumatera. Kawasan ini juga menyimpan 4.500 spesies flora dan fauna Indo Malaya, sebagian sangat langka.
Tak hanya di Aceh, peristiwa serupa juga terjadi di beberapa kawasan lain di Sumatera. Akibat hilangnya medium ini, satwa-satwa besar, termasuk harimau Sumatera seringkali mejelajah wilayah yang dulu merupakan wilayahnya. Pada bulan Mei 2012 silam seekor harimau Sumatera masuk ke kawasan penduduk di desa Tanjung Petai, Kecamatan V Kuto, Kabupaten Mukomuko, Bengkulu awal Mei 2012 silam. Peristiwa ini terjadi setelah beberapa hari sebelumnya seorang penduduk desa juga dikejar harimau, namun berhasil melarikan diri dan tidak mengalami luka fisik.
Sementara di akhir Mei 2012, seekor harimau Sumatra betina terjebak jerat rusa di Desa Muara Hemat, Kecamatan Batang Merangin, Kabupaten Kerinci, Jambi. Harimau dengan panjang 147 cm dan tinggi 58 cm ini terjerat rope baja di sebuah semak belukar, di ladang desa tersebut. Kondisi lokasi yang sangat padat semak belukar membuat tim evakuasi yang bertugas mengalami kesulitan untuk segera melepaskan harimau tersebut dari jerat.
Peristiwa lainnya terjadi pada akhir Februari 2013 silam, saat warga desa Muaro Sebo dan Pemayung, Kabupaten Batanghari, Jambi tengah diresahkan dengan munculnya harimau di desa mereka. Bahkan 28 Februari 2013 silam, seorang warga desa Muaro Sebo mengaku telah diserang harimau.
Berbagai kasus ini terus bertambah seiring dengan semakin maraknya laju hilangnya hutan yang menjadi medium satwa-satwa besar di Sumatera.

Harimau Mahluk yang Sensitif

Ilustrasi: Harimau yang terjerat (FOTO: savesumatra.org)
Ilustrasi: Harimau yang terjerat (FOTO: savesumatra.org)
Seorang Peneliti Indonesia di kampus Virginia Tech, Virginia, Amerika Serikat bernama Sunarto bersama dengan mitranya merilis hasil penelitian terkait harimau Sumatera. Penelitian yang berjudul "Threatened predator on a equator: Multi-point contentment estimates of a tiger Panthera tigris in executive Sumatra" ini telah dimuat di jurnal ilmiah Oryx – The International Journal of Conservation bulan Apr 2013 silam. Penelitian ini mengungkapkan tentang gangguan yang dialami oleh Harimau Sumatera akibat kehadiran manusia yang mengakibatkan rendahnya kepadatan populasi Harimau Sumatera di medium mereka.
"Harimau tak hanya terancam dengan hilangnya medium akibat deforestasi dan perburuan, namun mereka juga sangat sensitif terhadap kehadiran manusia," ungkap Sunarto. "Mereka bukan hanya tidak bisa bertahan di wilayah-wilayah dengan daya dukung yang memadai, namun mereka bahkan tidak bisa hidup di hutan yang memang sudah pas untuk mereka, jika di dalamnya terlalu banyak terjadi aktivitas yang dilakukan oleh manusia."
Fenomena ini, tidak hanya terjadi di Indonesia. Sejumlah negara Asia lainnya, juga menjadi locus konflik kepentingan antara harimau dan manusia, yang umumnya dimenangkan oleh manusia.

Lebih dari 1400 Harimau Tewas di Asia

Sementara sebuah kompilasi laporan terkini yang dirilis oleh lembaga yang melakukan monitoring dan pencegahan perdagangan satwa liar dunia, TRAFFIC menyatakan setidaknya 1425 ekor harimau sudah ditangkap di Asia dalam 13 tahun terakhir. Namun dari information di dalam laporan berjudul Reduced to Skin and Bones Revisited yang meliputi 13 negara, Kamboja adalah yang terparah, tak ada information jumlah penangkapan harimau yang tercatat selama periode tersebut.
Salah satu gudang di Cina berisi tumpukan kult harimau yang siap diolah untuk dijual. Perburuan liar harimau untuk diambil kulitnya menjadi salah satu penyebab hilangnya populasi harimau secara drastis di dunia.
Dalam análisis laporan ini terlihat jelas bahwa kendati upaya perlawanan dan pencegahan terus dilakukan dalam perdagangan bagian-bagian tubuh harimau, namun kondisi di lapangan membuktikan bahwa hal ini tetap menjadi perhatian utama karena masih terus terjadi, ungkap TRAFFIC. Sekitar 654 ekor harimau dibunuh dan bagian tubuhnya diperjualbelikan, mulai dari kulit hingga tulang, lalu gigi, telapak kaki dan tengkoraknya selama periode ini, atau sekitar 110 ekor harimau mati diburu setiap tahun, dengan angka rata-rata dua ekor atau lebih setiap minggunya.
Peristiwa yang terjadi di Aceh Tamiang, kembali mengingatkan, bahwa manusia masih menjadi momok menakutkan bagi satwa-satwa besar yang dilindungi. Serangan harimau Sumatera terhadap pencari gaharu, tak perlu terjadi seandainya kita bijaksana dalam berperilaku di dalam hutan. Dan jangan pernah lupa, manusia bukan mahluk tunggal penghuni Bumi ini.


Tubuh manusia dan hewan bekerja menurut suatu siklus yang mengatur hubungan antar organ sehingga tubuh bisa berfungsi secara normal. Para ilmuwan pun mencari tahu apakah sistem yang sama juga dimiliki oleh tumbuhan.
Seperti halnya manusia, pohon ternyata juga memiliki jam biologis tubuh. Jam biologis ini akan mengkoordinasikan kegiatan sel dengan siklus siang dan malam.
Studi terdahulu memang telah menemukan kalau daun memiliki ritme sirkadian --siklus 24 jam dalam proses fisiologis makhluk hidup. Tapi studi terbaru melangkah lebih jauh. Para peneliti menemukan kalau bukan hanya daun yang memiliki siklus ini, melainkan juga seluruh bagian pohon.
"Semula tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa ritme sirkadian akan memengaruhi seluruh bagian tubuh pohon," ujar Rubén Díaz Sierra, seorang fisikawan di Universitas Distance Education, Spanyol, seperti dikutip Live Science, Kamis, 18 Juli 2013. Ia menyakini, jika siklus ini bekerja untuk seluruh seluruh bagian pohon maka ini juga bekerja untuk seluruh hutan.

Hawkesbury Forest Experiment (FOTO: University of West Sidney)
Hawkesbury Forest Experiment (FOTO: University of West Sidney)

Penelitian ini dilakukan dengan memantau pohon di wilayah Hawkesbury Forest Experiment yang dibuat seperti "kamar" di dekat kota Sydney, Australia. Dalam penelitian ini, mereka mengamati asupan air dalam jenis pohon Tasmania yang diduga dapat memengaruhi perubahan iklim. Mereka mempelajari bagaimana pohon-pohon di dalam hutan eukaliptus Australia ini akan merespon perubahan karbon dioksida dalam atmosfer dan iklim.
Di sini, peneliti akan mengontrol suhu udara, kelembaban, dan jumlah cahaya yang mengenai pohon. Para peneliti mengukur berapa banyak uap air yang dilepaskan pohon melalui lubang kecil yang disebut stomata. Kemudian, para peneliti akan membandingkan tingkat penguapan saat kondisi mendung , kondisi cuaca konstan, dan kondisi cuaca yang mengalami perubahan dramatis sepanjang siang dan malam.
Hasilnya, peneliti melihat, penguapan menurun pada 6 jam setelah senja dan meningkat pada 6 jam sebelum fajar, meskipun ketika itu suhu dan kelembapan tetap konstan. Karena lingkungan tidak mengalami perubahan dan tidak memengaruhi siklus pohon maka peneliti menyimpulkan, jam biologislah yang menyebabkan kenaikan penguapan ini. Anggapan ini disampaikan oleh Víctor Resco de Dios dari Universitas Western Sydney.
"Pohon memiliki jaringan saraf tiruan, yakni pemodelan yang mirip otak," katanya. Jaringan ini digunakan untuk menentukan seberapa banyak ritme sirkadian memengaruhi buka-tutup stomata dan memengaruhi penggunaan air dalam pohon.
Temuan ini membawa implikasi penting untuk model perubahan iklim. Pasalnya, sejauh ini, teori perubahan iklim tidak pernah memperhitungkan waktu biologis pohon. Dengan temuan bahwa wktu biologis memengaruhi konsumsi karbon dioksida pohon maka hal ini akan mengubah teori tentang bagaimana perubahan iklim memengaruhi ekosistem.
dikurtip dari : http://www.suara-alam.com

Kamis, 04 Juli 2013


Pushumas Kemenhut, Telagawaja : Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan menyerahkan Sertifikat Duta Mangrove kepada Pesepakbola Dunia Christiano Ronaldo sebagai Duta Forum Peduli Mangrove Bali – Indonesia, pada acara Save Mangrove Save Earth, Rabu (26/06)  di Taman Hutan Raya Ngurah Rai Telagawaja, Bali. 

Acara Save Mangrove Save Earth dihadiri langsung oleh Presiden RI Soesilo Bambang Yudhoyono beserta Ibu Any Yudhoyono dan segenap Menteri KIB II dan Gubernur Bali serta unsur muspida Prov. Bali. 

Pada acara tersebut juga dilakukan penyerahan alat pencacah sampah dari Menteri Lingkungan Hidup Baltasar Kambuaya kepada pengelola Taman Hutan Raya Ngurah Rai Ir. Irwan Abdullah, M.Si. Menteri Kelautan dan Perikanan Syarif J. Soetarjo menyerahkan alat pengolah buah mangrove kepada 5 (lima) Lembaga Peduli Mangrove (LPM): LPM Jimbaran, LPM Tuban, LPM Tanjung Benoa, LPM Kedonganan dan LPM Benoa. 

Pada akhir acara dilakukan penanaman pohon mangrove oleh Presiden RI, Ibu Any Yudhoyono, Menteri Kehutanan dan Christiano Ronaldo.




JATI EMAS (Tectona grandis L.f) SEBAGAI KOMODITI KEHUTANAN YANG DAPAT BERSAING DI PASAR INTERNASIONAL

Oleh : Rino Hutabarat
NIM : 111201066

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Jati (Tectona grandis L.f.) terkenal sebagai kayu komersil bermutu tinggi, termasuk dalam famili Verbenaceae. Penyebaran alami meliputi negara-negara India, Birma, Kamboja, Thailand, Malaysia dan Indonesia. Di Indonesia jati terdapat di beberapa daerah seperti Jawa, Muna, Buton, Maluku dan Nusa Tenggara. Pohon Jati cocok tumbuh di daerah musim kering agak panjang yaitu berkisar 3-6 bulan.
Besarnya curah hujan yang dibutuhkan rata-rata 1250-1300 mm/tahun dengan temperatur rata-rata tahunan 22-26° C. Daerah-daerah yang banyak ditumbuhi Jati umumnya tanah bertekstur sedang dengan pH netral hingga asam. Salah satu produk bioteknologi yang mempunyai prospek cukup baik untuk diperkenalkan di kawasan transmigrasi adalah bibit jati hasil kultur jaringan. Kelebihan bibit jati tersebut adalah pertumbuhan pohon relatif seragam, tingkat pertumbuhan per tahun lebih cepat, bentuk batang lebih lurus, silindris, serta bebas kontaminasi hama dan penyakit (Trubus, 2001).
Perdagangan bibit jati hasil kultur jaringan ini diharapkan dapat sebagai usaha komersil skala petani kecil (private nursery), dan dapat menambah pendapatan transmigran dan penduduk lokal. Tanaman jati dapat diperbanyak melalui cara generatif dan vegetatif. Cara generatif adalah dengan perbanyakan melalui biji yang disemaikan dan dibiarkan tumbuh tunas baru serta dipelihara sebagai bibit. Jika terlalu besar bibit diremajakan dengan cara memangkas batang dan dibiarkan tumbuh tunas baru, tunas ini di pelihara sebagai batang baru. Cara tersebut lebih dikenal dengan istilah Stump. Perbanyakan ini sudah dikenal di kalangan masyarakat Kabupaten Bengkulu Utara. Sedangkan perbanyakan melalui vegetatif dilakukan melalui kultur jaringan, yaitu perbanyakan melalui pertumbuhan sel-sel jaringan titik tumbuh tanaman. Cara pembibitan jati melalui kultur jaringan masih dilakukan oleh produsen bibit dan belum dapat diadopsi oleh petani, karena teknologi ini padat modal dan berteknologi tinggi. Peluang usaha yang dapat diadopsi dari teknologi ini adalah pembesaran bibit jati setelah fase aklimatisasi atau pada fase adaptasi bibit dengan lingkungan luar laboratorium (bibit berumur ± 4 minggu).
Permasalahan dalam menggunakan produk bioteknologi khususnya bibit jati hasil kultur jaringan untuk meningkatkan produksi pertanian di kawasan transmigrasi adalah rendahnya kemampuan adopsi teknologi tersebut oleh transmigran, terbatasnya pemilikan modal dan tidak adanya akses ke sumber-sumber modal semacam lembaga keuangan formal. Selain itu, lokasi permukiman transmigrasi (kawasan transmigrasi) umumnya jauh dari pusat distribusi faktor produksi, termasuk bioteknologi, sehingga pengadaannya secara individual untuk digunakan secara kontinyu dalam meningkatkan produksi pertanian menjadi sangat mahal.
Oleh sebab itu, diperlukan suatu kajian tentang peluang dan kendala usaha pembibitan jati kultur jaringan skala kecil di kawasan transmigrasi. Sasaran kajian ini adalah tersedianya informasi peluang dan kendala pengembangan dan pemanfaatan bibit jati kultur jaringan sebagai usaha pembibitan skala rumah tangga di kawasan transmigrasi. Kajian dibatasi pada aspek teknis, ekonomi dan sosial. Disamping itu juga dilakukan sosialisasi bibit jati kultur jaringan dan disertai bimbingan teknis kepada transmigran dan penduduk lokal terpilih. Dari hasil sosialisasi ini diharapkan dapat diketahui persepsi dan minat transmigran dan penduduk lokal terhadap pemanfaatan bibit jati kultur jaringan sebagai usaha tambahan. Analisis peluang dan kendala pemanfaatan bibit jati kultur jaringan dengan metode diskriptif kualitatif. Untuk melihat persepsi dan minat transmigran dalam pemanfaatan bibit jati kultur jaringan, dilakukan pembobotan variabel menuntut metoda Likers (skala 5 tingkat).

Tujuan
1.      Untuk mengetahui prospek pasar budidaya jati emas.
2.      Untuk mengetahui masalah-masalah yang berkaitan dengan agribisnis tanaman jati emas





ISI
PENGENALAN JATI EMAS
Selama ini, mengebunkan jati dianggap sebagai investasi jangka panjang dan tidak menarik minat per-orangan. Hal ini disebabkan jati jenis tanaman tahunan yang baru bisa dipanen setelah puluhan tahun dipelihara. Tidak mengherankan jika di Indonesia, penanaman jati didominasi oleh perusahaan milik negara. Padahal jika dilihat harga pasarannya. Kayu jati mempunyai posisi yang baik dan sulit digantikan  oleh komoditas kayu lainnya, karena harga jualnya selalu meningkat dengan tingkat permintaan yang tinggi. Begitu sulitkah mengebunkan jati itu, Permasalahan utamanya ternyata bukan terletak pada bagai mana teknik  bercocok tanam jati, pada bagaimana mendapatkan bibit jati yang mempunyai  laju pertumbuhan cepat, sehingga dalam waktu singkat  dapat segera dipanen.
Kehadiran jati unggul disebut juga jati mas ini yakni bibit jati yang mempunyai sifat sifat unggul, telah membuka cakrawala baru dalam perkebunan jati, Bibit jati yang berasal dari hasil pembibitan dengan teknik kultur jaringan ini mempunyai laju pertumbuhan tiga kali lebih cepat dibandingkan dengan bibit njati biasa (Convensional) sehingga saat berumur 6- 10 tahun dia meter pohon nya sudah memadai dan tanaman  sudah bisa dipanen, Selain itu jati unggul lebih tahan terhadap serangan hama  penyakit dan memiliki batang bebas cabang yang lebih tinggi  dengan tingkat kelurusan  yang lebih baik, kondisi itu membuat mutu kayu  yang dihasilkanpun lebih baik, Hal ini lantas mengubah kesan  bahwa bercocok tanam jati bukan lagi merupakan investasi jangka panjang yang membutuhkan penantian panen yang sangat lama. Dipasaran  saat ini sudah beredar berbagai jenis bibit yang dihasilkan oleh beberapa perusaahaan pembibit, dengan trademark tertentu. Jati (Tectona grandis;famili Verbensia) pada mulanya merupakan tanaman hutan yang tidak disengaja ditanam dan tumbuh liar didalam hutan bersama jenis tanaman lainnya, Di alam, tanaman jati tumbuh sebagai tanaman campuran, serta tumbuh didaerah yang mempunyai perbedaan musim basah dan kering yang tegas.

Jati merupakan tanaman asli (endemik) disebagian besar jazirah India,Myanmar, Thailand bagian barat, Indo Cina, sebagian Jawa, serta beberapa pulai kecil lainnya di Indonesia, seperti Muna (Sulawesi tenggara) diluar daerah tersebut tanaman jati merupakan tanaman asing atau tanaman eksotik (pendatang).
Penduduk Indonesia sudah mengenal tanaman jati ini sejak lama, perkembangan hutan jati di Indonesia dalam sejarahnya dikaitkan dengan perkembangan civilization atau sipilisasi budaya masyarakat dan pemerintahan  kerajaan Hindu. Di Indonesia Jati mengalami  proses naturalisasi di Pulai Jawa  dan berkembang sampai ke Kangean, Muna  (Sulawesi tenggara) Sumba (Nusa Tenggara), dan Bali, Selanjutnya Jati menmyebar ke beberapa pulau lainnya. Namun pada umumnya hutan jatii Indonesia  yang paling luas dikembangkan di Pulau Jawa. Pada masa penjajahan Belanda pengebunan jati secara besar besaran dilakukan sebagian besar Jawa Tengah dan Jawa Timur, juga sebagian kecil yang tersebar dibeberapa daerah di Jawa Barat.
Seiring dengan perjalanan waktu dan kebutuhan manusia akan bahan baku kayu yang selalu meningkat, ketersediaan jati yang tumbuh secara alami jumlahnya semakin menurun akibat dari tidak adanya keseimbangan antara penebangan dan penanaman kembali mengingat belum diketemukannya teknik pengembangan jati berupa budi daya, Akibatnya persediaan bahan baku berupa kayu jati yang semula melimpah ruah dihutan saat ini menjadi sangat terbatas, hilangnya atau musnahnya tanaman pohon jati secara umum akibat terjadinya penjarahan penebangan liar yang tidak terkendalii pada saat terjadinya krisis multi dimensi pada tahun 1999-2000, sehingga penebangan dilakukan secara sporadis, tidak peduli adanya ketentuan tebang pilih. Akibatnya kini banyak daerah yang semula koloni hutan jati sekaranga tinggal tanah hutan gundul dan gersang, kedepan kemana kita harus mencari untuk memperoleh kayu jati didaerah kita sendiri, kecuali mendatangkan dari luar Indonesia.
Kita perlu mengambil langkah sedini mungkin untuk menanggulangi kelangkaan bahan baku kayu jati ini, dengan melakukan investasi jangka pendek/menengah dengan menanam kembali Pohon Jati yang merupakan kayu primadona baik untuk kebutuhan dalam negeri maupun sebagai komoditas Eksport yang memiliki keuntungan yang menjanjikan.

PELUANG PEMANFAATAN

Pada masa pendudukan Belanda, kayu jati digunakan untuk berbagaii keperluan, seperti pembuatan rumah,pekerjaan umum,bantalan rek kereta api,mebelair,bahakan untuk pembuatan kapal, baik kapal dagang maupun kapal perang, Disamping itu kayu jati digunakan sebagai bahan besi untuk konstruksi yang berada dilokasi yang mudah mengalami per-karatan, Disebabakan daya elastis atau kelenturannya yang tinggi sehingga dapat menahan kerusakan hantaman peluru, sehingga pada waktu itu kayu jatii banyak digunakan untuk pembuatan benteng pertahanan.
Saat ini. Karena semakin tinggi dan berkembangnya apresiasii masyarakat terhadap kayu jati, pengguna jati lebih terfokus kepada pemanfaatan yang menonjolkan nilai estetika,  Menariknya penampilan kayu karena warna kayu teras dan kayu gubalnya yang bervariasi  dari coklat muda,coklat kelabu sampai coklat merah tua atau merah coklat, kadang kadang diselingi warna putih kekuningan, dengan lingkaran tumbuh tampak jelas baik pada bidang transversal maupun radial sehingga menimbulkan ornamen yang indah, karenanya penggunaan lebih banyak diarahkan untuk pembuatan bahan mebel atau furniture dan bahan baku pembuatan kerajinan handycraft sebagian lagi digunakan untuk keperluan bangunan dan industri.
Jika dilihat dari segi penggunaannya bisa dikatakan bahwa sebagian besar industri mebel kayu di Indonesia menggunakan bahan kayu jati. Hal inii terkait dengan arah serat kayu yang tergolong lurus, sehingga mudah dikerjakan  Disamping itu daya tahannya lama akibat berat jenisnya yang relatif tinggi yakni 0,62 – 0,75 kg /cm3,  dan nilai keteguhan patahnya antara 800-1200 kg/cm3, Karenanya tidak mengherankan jika kayu jatii menjadi primadona industri mebel.
Stabilitas kayu jati yang sangat baik, yakni berkembang kerutnya yang sangat kecil, menjadikannya cocok untuk dijadikan produk outdoor di negara 4 musim. Kondisi ini tentunya membuka jalan bagi kita 5-10 tahun kedepan untuk melakukan export ke negara 4 musim yang umumnya merupakan negara maju seperti negara negara di Eropa, Amerika dan Australia, selain itu corak  kayu jati yang indah tidak hanya dibutuhkan oleh industri kerajinan kayu  dalam negri tetapi juga menjadi incaran pengrajin kayu dari negara Italia yang terkenal piawai dalam menciptakan kreasi handscraft kelas dunia.
PELUANG PASAR
Beragamnya penggunaan kayu jati yang menyebabkan tingginya permintaan akan bahan baku kayu jati selama ini, tidak diimbangi denga laju produksii tanamannya, Hal ini dapat dibuktikan dari yang menyebutkan bahwa kebutuhan jati olahan untuk Indonesia saja sebesar 2.5 juta m3 per tahun, Jumlah tersebut ternyata baru dapat terpenuhi sebesar 0,8 juta m3 per tahun, Dengan demikian terdapat kekurangan pasokan jatii olahan di dalam negri sebesar 1,7 juta m3 per tahun, kemudian pada tahun 2008 angka pasokan tersebut merosot sangat tajam  dari 0,8 juta m3 menjadi 0,66 juta m3.
Selama ini pasokan kayu jati utama di Indonesia didominasi oleh PT.Perhutani, Berdasarkan data, produksi  kayu jati yang dikelola oleh PT.Perhutani rata rata 800.000 m3 per-tahun, Dari Total produksi tersebut sekitar 85 %-nya dijual dalam bentuk Log (batangan gelondongan) sisanya digunakan untuk memenuhi kebutuhan bahan baku industri milik PT.Perhutani dan Industri Mitra kerja sama pengolahan (KSP) Perhutani dengan swasta.
PT.Perhutani hanya mengeluarkan kayu dalam bentuk logs untuk kebutuhan industri swasta sebanyak 762.654.m3. Padahal kebutuhan kayu jati sebagai bahan baku industri mebel untuk sekitar  1.500 perusahaan adalah sekitar 2 juta m3. Hal ini berarti peluang dapat dimanfaatkan oleh pengebun kayu jati baik perorangan maupun perusahaan swasta, sebagaimana rencana penanaman pohon jati unggul/jatimas/jati genjah.
Jika dilihat dari harganya, nilai rupiah yang diperoleh dari kayu jati tidak disangsikan lagi, karena harga jualnya selalu meningkat dari waktu kewaktu, Sebagai ilustrasi harga jual didalam negri (data Tahun 2009) untuk kayu jati gergajian adalah Rp.sekitar Rp.6 - 8 juta /M3 dan harga jual jati dipasaran luar negri (pasar eksport) rata rata sekitar Rp.17 juta /m3.
Jika jati gergajian kayu jati diolah didalam negri dan kemudian hasilnya dieksport dalam bentuk mebel, keuntungan yang akan diperoleh akan semakin besar yakni 2,6 kali lipat. Sebagai contoh : 1 m3 kayu jatii gergajian dengan harga.Rp.8 juta dapat menghasilkan 10 buah meja lipat oval,dengan harga satuan $ US.305, atau setara dengan Rp.2.895.000,-maka dalam 1 m3 setara denga 10 meja oval akan menghasilkan Rp.28.895.000,- sementara itu 1 container mampu memuat 142 bahan jadi (knock down) maka 1 container bernilai $ US 305. x 142 = 43.310, Added Value (nilai tambah) yang dihasilkan dari bahan baku menjadi produksi jatii sebesar 267 %, angka ini diperoleh dari perbedaan harga dasar kayu jatii dengan harga jual mebel jadi (jati olahan).
Untuk jenis meja mebel lain dari bahan jati yang memiliki pasaran cukup luas di luar negri adalah folding square table (meja lipat persegi) Sementara itu jenis kursi berbahan jati yang banyak disukai adalah steamer chair (kursi lipat untuk berjemur yang biasa ditempatkan dipinggir kolam renang keluarga) adjustbale folding chair (kursi taman knock down) dan folding slat chair (kursi meja makan dirumah makan atau restoran).Negara peng-import utama jati asal indonesia  adalah Amerika Serikat,Taiwan, Hongkong,Korea, India dan Uni Emirat Arab, serta Italia untuk handcraft. Selama tahun 2007-2009, eksport kayu jati indonesia untuk negara negara importir tersebut mengalami peningkatan yang sangat tajam. Peningkatan tersebut tidak hanya dari volume eksport tetapi juga nilai eksport dalam $ USD. 
PELUANG JATI UNGGUL
Besarnya permintaan dan tingginya harga jual kayu jati ternyata tidak dibarengi dengan pasokan bahan baku  yang memadai. Sehingga kesenjangan pasokan semakin membengkak dari waktu kewaktu, Jika dilihat dari  pembudi dayaan, hal ini tentunya menjadikan peluang usaha atau peluang usaha penanaman jati semakin cerah dan menjajikan.
Kesempatan itu tentunya masih sulit diraih jika penanaman jati masih mengandalkan  cara cara lama , tanpa menggunakan terobosan teknologi maju, Sebabnya secara convensional pemanenan jati harus menunggu lama karena pada umumnya panen jati paling cepat baru bisa dilakukan setelah jati berumur 30 – 60 tahun ( one generation) atau yang biasa dilakukan  adalah umur 40 tahun, Ini jelas merupakan jangka waktu  yang sangat lama dan sangat tidak menguntungkan jika ditinjau dari segii ekonomi, yakni keuntungan yang akan diperolehpun  akan lama dan kadang kadang tidak terlepas dari resiko kerugian baik akibat serangan hama maupun kerusakan akibat bencana alam.
Sejak akhir dekade 1990-an atau awal tahun 2000 ternyata kesempatan bagi masyarakat yang akan menanam jati sebagai komoditas bisnis terbuka lebar lantaran hadirnya tanaman jati kelas unggul dari bibit hasil kultur jaringan. Tanaman jati unggul ini sudah dapat dipanen 6-10 tahun. Hal ini berartii seper empat usia  jati biasa (convensional)     Tentunya kenyataan ini i menghapus kesan bahwa bercocok tanam jati merupakan investasi jangka panjang yang membutuhkan penantian waktu panen yang sangat lama.

JATI MAS MERUPAKAN KOMODITAS YANG LAYAK MENJADI PILIHAN USAHA PERTANIAN-KEHUTANAN
Jati Emas merupakan bibit unggul hasil teknologi kultur jaringan dengan induk tanaman pada mulanya berasal dari Myanmar, Jati emas ini sudah sejak tahun 1980 ditanam secara luas di Myanmar dan Thailand, Sementara itu penanaman jati emas di Malaysia secara meluas dilakukan pada tahun 1990 dan di Indonesia dimulai pada tahun 1996 dengan penanaman jati emas  hingga 1 juta pohon di daerah Indramayu  Jawa Barat. Untuk perbandingan,  tanaman jati emas berumur 5-7 tahun sudah mempunyai batang dengan diameter 27 cm dan tinggi pohon mencapai 16 meter, pada umur yang sama  jati biasa  (Konvensional) diameter batangnya baru sekitar 3,5 cm dan tinggi pohonnya sekitar 4 meter.
MASALAH YANG TIMBUL ADALAH BERUPA GANGGUAN HAMA DAN PENYAKIT TANAMAN

A. Langkah Indentifikasi.
Meskipun memiliki keunggulan sebagai Jenis jati yang tahan terhadap serangan hama dan penyakit , bukan berarti jati unggul ini tidak beresiko terserang hama dan penyakit. Hal ini disebabkan  hampir tidak ada lahan penanaman jati baik berupa kebun maupun hutan yang sama sekali terbebas dari dari populasi hama dan penyakit.
Penanggulangan hama dan penyakit pada dasarnya adalah tindakan untuk mengatur populasi penyebab hama dan penyakit tanaman jati yang ditanam diareal  perkebunan. Dengan penanggulangan ini,  populasi  hama dan penyakit tidak menimbulkan kerusakan yang berarti, sehingga kualitas dan kuantitas  jati dapat ditingkatkan atau mencapai hasil panen yang optimal.
Tanaman atau pohon dikatakan rusak atau sakit jika timbul gejala gejala atau tanda tanda  kerusakan pada bagian tanaman. Bisa pula tanaman tersebut tumbuh secara tidak normal yang mengakibatkan produksinya mengalami kemunduran bahkan mengalami kematian.
·         Hama: adalah semua organisme hidup, seperti serangga, hewan dan tanaman yang mengakibatkan kerusakan tanaman atau pohon, termasuk kerusakan biji dan bibit.
·         Penyakit: adalah induk pengganggu yang mengakibatkan perubahan fisiologis tanaman, penyebab penyakit adalah virus, mematoda, jamur, bakteri, iklim, kekurangan gizi dan parasit seperti benalu.
Agar dapat menanggulangi  serangan hama dan penyakit, harus dilakukan tindakan  indentifikasi terlebih dahulu. Tujuannya untuk mengetahui jenis hama dan penyakit yang menyerang  dan tingkat serangannya, sehingga ditemukan metode penaggulangan atau pengendaliannya.
Langkah langkah yang ditempuh dalam melakukan indentifikasi sebagai berikut :
  1. Mempelajari gejala gejala atau tanda tanda yang ditimbulkan oleh   serangan hama dan penyakit.
  2. Mempelajari sifat serangan, yakni kelompok, terpencar atau merata.
  3. Meng-inventarisasi tanaman yang terserang sekaligus, serta memonitorperkembangan dan pertumbuhannya dalam waktu tertentu, Tujuannnya untuk mengetahui pengaruh serangan dan besarnya intensitas  serangan.
  4. Mempelajari perilaku dan siklus hama atau penyakit penyebab   dari kerusakan dan faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi perkembangan populasinya. Dengan demikian dapat diketahui dan diputuskan cara pengendaliannya.pelajari.

B. Jenis Hama dan Penyakit
a.      Hama
Hama dan penyakit yang kemungkinan dapat menyerang jati unggul pada umumnya adalah semua jenis hama dan penyakit yang menyerang tanaman jati biasa. Diantara sekian banyak jenis hama jati yang banyak ditemukan, pada dasarnya dapat dikelompokan berdasarkan sasaran serangannya sebagai berikut:

1.      Hama akar
Hama akar adalah uret (Lepidiota sigma F) dan uter uter (Phasus damor Moore) hama ini menyerang didaerah perakaran., yakni menggerek pangkal batang sampai ke akar tunggang.
2.      Hama Batang
Hama batang bisa berupa inger-inger atau rayap (Neotermes tectonae Damm) bubuk kayu basah, dan oleng oleng (Duomitus ceramicus) serangan hama ini ditandai lubang gerekan.
3.      Hama Daun
Hama daun berupa ulat daun jati (Phyrausta machareelis), entung jati,dan belalang, hama jenis ini menyebabkan kerusakan daun jati.

b.      Penyakit
     Jenis jenis penyakit yang lazim menyerang jati dikelompokan berdasarkan penyebab sebagai berikut :
1.      Penyakit akibat serangan bakteri. Paling banyak ditemukan adalah Penyakit akibat serangan bakteri Pseudomonas solanacearum Smith dan Pseudomonas tectonae
2.      Penyakit akibat serangan jamur
3.      Penyakit akibat serangan nematoda
4.      Penyakit akibat serangan virus, Penyakit akibat serangan jamur umumnya disebabkan oleh jamur upas (Corticium salmonicolor).
PENUTUP
Pengendalian Hama dan Penyakit
Pengendalian hama dan penyakit yang sifatnya pencegahan dapat dilakukan sejak persiapan lahan melalui pengawasan yang intensif, pemupukan yang sesuai dengan petunjuk, dan pengaturan drainase  yang baik. Pada intinya, pencegahan lebih bersifat  menciptakan kondisi lingkungan atau sanitasi yang baik.
Pengendalian yang berupa pemberantasan hama dan penyakit harus dilakukan sedini mungkin  saat populasi hama  dan penyakit masih rendah. Pengendalian  dilakukan secara mekanisme dan secara kimiawi. Secara mekanis melalui tindakan menangkap atau mengumpulkan hama dan memusnahkanya. Sementara secara kimiawi, berupa pemberian insektisida jenis tertentu, diantaranya,  berupa penyemprotan sesuai dengan dosisi yang dianjurkan dilabel obat yang digunakan.
Usaha budi daya penanaman pohon Jati Mas, bila dilihat dengan perhitungan secara rinci, baik dari mulai dari pengadaan bibit sampai dengan pemasaran, seluruhnya sangat dimungkinkan untuk bisa dilaksanakan secara sungguh sungguh baik pengelolaannya maupun menurunkan investasinya. Dengan demikian, investasi atau budidaya penanaman pohon Jati Mas bukanlah investasi jangka panjang, tapi terbukti dengan perhitungan selama 6-7 tahun diasumsikan dapat mengembalikan investasi yang ditanam lebih dari 5 x lipat dengan nilai yang cukup signifikan.






Oleh   : Janrahman Simarmata
NIM  : 111201081

BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kerusakan hutan dan berkurangnya kawasan hutan telah membuat hutan tropis kehilangan sebagian besar kemampuannya dalam menyuplai kebutuhan kayu global. Disisi lain kebutuhan kayu untuk pasar global semakin meningkat, sehingga prospek investasi bagi pemenuhan kebutuhan kayu cukup cerah. Jabon (Anthocephalus cadamba) memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan kayu rimba lainnya. Selain daya tumbuhnya yang sangat cepat, tingkat kelurusannya juga tinggi, berbatang silinder dan cabang yang ada pada masa pertumbuhan akan rontok sendiri ketika pohon meninggi. Sifat ini menguntungkan karena tidak memerlukan pemangkasan. Kayunya berwarna putih agak kekuningan tanpa terlihat serat sangat baik dipergunakan untuk pembuatan kayu lapis (playwood), mebeler, bahan bangunan non kontruksi, maupun kayu gergajian. Dengan demikian budidaya tanaman jabon akan memberikan keuntungan yang cukup besar jika dilakukan secara serius dan benar.
 Pada program penanaman hutan terlihat adanya kecenderungan memilih jenis–jenis yang mudah ditangani, namun sebenarnya banyak jenis yang dapat menjadi pilihan karena jumlah spesies tanaman di daerah tropik sangat tinggi , apakah itu jenis – jenis asli setempat (indigenous) ataupun jenis yang berasal dari luar (eksotik). Salah satu jenis tanaman asli Indonesia yang juga merupakan jenis pionir yaitu jabon (Anthocepalus cadamba) mempunyai potensi yang baik untuk dikembangkan dalam hutan tanaman, karena kayu jabon saat ini cukup diminati baik untuk kayu pertukangan maupun sebagai bahan baku kayu panel. Kayu jabon termasuk dalam kelas awet 5 atau keterawetannya sedang.
Jenis jabon belum banyak dikembangkan, karena keterbatasan informasi mengenai silvikulur maupun ketersediaan benihnya. Untuk memenuhi kebutuhan benih jabon perlu dilakukan upaya – upaya dalam membangun sumber benih jabon. Sebagai salah satu langkah awal dalam pengembangan tanaman jabon adalah telah dilakukan penunjukkan sejumlah pohon induk di Kalimantan Timur, yang selanjutnya dilakukan uji penanaman di Kebun Percobaan Rumpin. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pertumbuhan awal tanaman jabon yang berasal dari beberapa pohon induk terpilih yang selanjutnya diharapkan dapat dikonversi menjadi tegakan benih.

Rumusan Masalah
1.      Apa itu tanaman jabon (Anthocephalus cadamba) ?
2.      Bagaiman kualitas dan kegunaan kayu jabon (Anthocephalus cadamba) ?
3.      Apa permasalahan pemasaran kayu jabon (Anthocephalus cadamba) ?
Tujuan
Tujuan pembuatan makalah ini adalah :
1.      Untuk mengetahui apa itu tanaman jabon (Anthocephalus cadamba)
2.      Untuk mengetahui kualitas dan kegunaan kayu jabon            (Anthocephalus cadamba)
3.      Untuk mengetahui permasalah pemasaran kayu jabon          (Anthocephalus cadamba)



BAB II
PEMBAHASAN
1.      Pengenaan tanaman jabon (Anthocephalus cadamba)
 Jabon (Anthocephalus cadamba) Merupakan salah satu jenis kayu yang pertumbuhannya sangat cepat dan dapat tumbuh subur di hutan tropis dengan ketinggian 0 – 1000 m dpl. Jabon merupakan tanaman yang mudah tumbuh dan berkembang tidak memerlukan banyak perlakuan khusus dalam budidayanya. Saat ini Jabon menjadi andalan industri perkayuan, termasuk kayu lapis, karena Jabon memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan tanaman kayu lainnya termasuk sengon/albasia. Keunggulan dari tanaman jabon yaitu memiliki diameter batang dapat tumbuh berkisar 10 cm/th, masa produksi jabon yang singkat – hanya 4 – 5 tahun, berbatang silinder dengan tingkat kelurusan yang sangat bagus.
Pertumbuhan sangat cepat dibandingkan dengan kayu keras lainnya termasuk bila dibandingkan dengan sengon (albasia), Jabon tergolong tumbuhan pionir sebagaimana sengon. Ia dapat tumbuh di tanah liat, tanah lempung podsolik cokelat, atau tanah berbatu. Sejauh ini jabon bebas serangan hama dan penyakit, termasuk karat tumor yang kini banyak menyerang sengon.
Adapun ciri dan karakteristik batang jabon yaitu permukaan kayu licin serta arah tegak lurus, berwarna putih kekuningan mirip meranti kuning, batang mudah dikupas, dikeringkan, direkatkan, bebas dari cacat mata kayu dan susutnya rendah.
a. Klasifikasi
Kingdom
Divisi
Kelas
Ordo
Family
Genus
Species
:
:
:
:
:
:
:
Plantae
Magnoliophyta
Magnoliopsida
Rubiales
Rubiaceae
Anthocephalus
Anthocephalus cadamba



b. Deskripsi Pohon :
Habitus selalu hijau. Di alam bebas pohon dapat mencapai tinggi 45 m dengan diameter lebih dari 100 cm, sedangkan batas bebas cabangnya mencapai hingga 25 m. Pada umur 3 tahun tingginya dapat mencapai 17 m dengan diameter 30 cm. Bentuk tajuk seperti payung dengan sistem percabangan melingkar.

Batang
Berbatang silinder , tidak berbanir dengan tingkat kelurusan yang sangat bagus, diameter batang dapat tumbuh berkisar 10 cm/th. Permukaan kayu licin serta arah tegak lurus, berwarna putih kekuningan mirip meranti kuning, batang mudah dikupas, dikeringkan, direkatkan, bebas dari cacat mata kayu dan susutnya rendah.

Daun
Daun-daun berukuran panjang 13-32 cm dan lebar 7-15 cm, ujung daun runcing hingga meruncing, memiliki tangkai daun yang jelas berukuran 2.5-6 cm.
Bunga
Kepala bunga (flower heads) memiliki lebar 3-5 cm, Bunga jingga berukuran kecil, berkelopak rapat, berbentuk bulat.

c. Persebaran Tanaman
Distribusi alami di mulai dari India, Nepal, Bangladesh, Sri Lanka, Burma, Indo-China, dan sebelah selatan China menuju Thailand serta bagian timur Kepulauan Malaya hingga ke arah timur menuju Malesia Papua Nugini. Tanaman ini telah di introduksi di Afrika serta Amerika Tengah dan mampu beradaptasi dengan baik. Di Indonesia, tanaman ini terdapat di pulau Jawa, Sumatra, Kalimantan, Sumbawa dan Irian Jaya.
d. Perkecambahan
Media perkecambahan yang digunakan adalah tanah+pasir (1:1). Sebelum benih ditabur media perkecambahan disiram terlebih dahulu sampai jenuh. Setelah itu taburkan benih jabon secara merata, kemudian disiram dengan menggunakan sprayer halus selanjutnya bak tabur ditutup dengan plastik transparan. Setelah penyiraman pertama bak perkecambahan disiram kembali pada hari ke 7 , setelah periode tersebut plastik dibuka dan penyiraman dilakukan setiap hari dengan menggunakan sprayer halus. Setelah 1 minggu benih mulai berkecambah, setelah memiliki sepasang daun semai siap disapih .
Semai jabon disapih ke polybag ukuran 10x15 cm. Media yang digunakan adalah campuran tanah + pasir+ pupuk kompos (7:2:1). Setelah berumur 2 minggu bibit dipupuk dengan NPK cair 5gram/liter air. Pemupukan dilakukan setiap 2 minggu sampai dengan bibit berumur 2 bulan. Dalam persemaian bibit perlu dinaungi denan shading net berukuran 40%.
e. Pembibitan
Pohon jabon berbuah setiap tahun. Buah masak antara bulan Juni dan Agustus. Banyaknya buah per kg sebanyak 33 buah dan per blik 320 buah. Jumlah biji kering per kg sebanyak 26.132.000 biji dan per liter sebanyak 23.707.000 biji.
Cara untuk mengumpulkan biji jabon adalah sbb:
1) buah-buah yang sudah masak betul diparut pada saringan kawat ⅓ inch (1,28 cm) dan biarkan daging buah ini melunak atau membusuk dari dalam baskom berisi air lamanya kira-kira 5-7 hari
2) setelah melunak diremas-remas dan digosok-gosokan dengan kedua telapak tangan hingga bertambah hancur. Biji-biji yang baik akan berpisah dan berkumpul didasar baskom
3) kemudian buang bagian yang terapung, biji-biji dikumpulkan dan disaring untuk menghilangkan airnya. Setelah itu dikeringkan selama 2 hari (kering udara) dan dibersihkan lagi dari kotorannya secara penampian atau dengan ayakan halus 0,5mm.
4). Biji dimasukkan dalam kaleng atau dalam botol yang tertutup rapat. Penyumpannya dalam ruangan yang sejuk (cold storage). Dengan demikian daya kecambahnya dapat bertahan selama 1 tahun 25-35 %. Sedangkan biji yang disimpan selama 2,5 bulan mempunyai daya kecambah 70%.
5) pengiriman biji dari satu daerah ke daerah lain dilakukan dengan cara memasukkan biji ke dalam kantong plastik kemudian dibungkus rapi atau dimasukkan kedalam amplop.
f. Perkembangbiakan
Pohon jabon berbuah setiap tahun pada bulan Juni-Agustus. Buahnya merupakan buah majemuk berbentuk bulat dan lunak, mengandung biji yang sangat kecil. Jumlah biji kering udara 18¬26 juta butir per kg. Jumlah buah 33 butir per kg atau 320 butir per kaleng minyak tanah. Perkiraan jumlah benih per Kgnya adalah 18-26 juta benih.
Sedangkan dalam penangan bibit jabon ini dapat dilakuka dengan cara-cara tertentu guna untuk menghasilkan batang yang berkualitas. Salah satu cara pembibitan bibit tanaman jabon yaitu dengan perlakuan pengkerdilan, dengan cara yang ternyata dapat menghasilkan batang tanaman bibit jabon menjadi besar dan keras. Karena bibit tanaman jabon memiliki kadar air yang sangat tinggi pada bagian batang maka hanya dengan proses pembibitan dengan cara pengkerdilan tanaman bibit jabon lebih mudah pada saat proses penanaman dan tidak perlu menggunakan air sebagai penopang batang jabon agar tidak mudah roboh pada saat penanaman bibit.pada saat tanaman bibit jabon dalam proses pengkerdilan memiliki ciri spesifik pada daun akan berbentuk keriting dan pada batang memiliki tingkat kebesaran yang lebih dibandingkan dengan proses pembibitan yang tanpa dilakukan proses pengkerdilan.
           Banyak para petani bibit jabon yang tidak mengetahui proses yang harus dilakukan pada saat bibit jabon berada di persemaian. Mereka hanya mengerti pembibitan jabon dengan proses yang sangat standar, jadi hasil dari bibit tanaman jabon itupun sangat standard pula.Bibit tanaman jabon sangat membutuhkan proses pengkerdilan karena batang bibit tanaman jabon memiliki kadar air yang sangat tinggi seperti yang sudah disebutkan di atas, bibit tanaman jabon hampir memiliki kesamaan dengan bayam yang memiliki kadar air pada batang sangat banyak.
g. Pemeliharaan
1.    Penyiangan dan Penyulaman
Yang dimaksud dengan penyiangan adalah membebaskan tanaman dari persaingan tumbuhan pengganggu (gulma) dengan cara membersihkan tumbuhan lain di sekitar tanaman dengan radius 1m, atau pada kiri kanan larikan tanaman sebesar 1m. Penyiangan tanaman dilakukan setiap 3 bulan sampai dengan tanaman berumur 2-3 tahun. Penyulaman tanaman yang mati dilakukan pada saat hujan masih turun, yaitu pada tahun pertama dan kedua. Bibit untuk keperluan penyulaman dapat dipakai bibit berukuran lebih tinggi dari semula.
2.    Hama dan Penyakit
Hama dan penyakit yang biasanya menyerang di persemaian adalah:
·  Semut dari familia foricidia.
·  Bekicot (Achatina flica FER).
·  Lodoh atau wedengan (dumping off) yang disebabkan oleh jamur Fusarium, Rhizoctonia, dan Pythium.
Sedangkan hama dan penyakit yang menyerang tanaman jabon adalah:
·  Cendawam Gloosperium anthocephali, menyebabkan mati pucuk.
·  Serangan Margaraniopsis localis, menyebabkan daun gundul (defoliasi).
·  Satwa liar: rusa dan banteng, yang memakan pucuk tanaman muda.
·  Rayap (Ceptotermes curvenatus HELMER), menyerang batang.
·  Ulat kukuk (Lepidiota Stigma), menyerang akar.
3.    Pengendalian Kebakaran
Dengan jarak tanam yang relatif rapat (3x2m), diharapkan pada umur 3-4 tahun, tegakan jabon sudah dapat menutup lantai hutan., sehingga dapat menguranfi kerawan akan bahaya kebakarn. Namun demikian, bagi lokasi-lokasi rawan bahaya kebakaran diperlukan upaya-upaya:
a.    Penyuluhan terhadap masyarakat di sekitar hutan.
b.    Membuat fasilitas pencegahan kebakaran hutan:
·   Pembuatan sekat bakar.
Pembuatan sekat bakar yang berupa jalur hijau dan jalur kuning, ditempatkan di kiri kanan jalan utama dan jalan cabang. Ukuran sekat bakar (termasuk jalan hutan) tergantung dari kondisi setempar. Disarankan lebar sekat bakar (termasuk jalan hutan) 26m-40m.
·   Pembuatan menara pengawas api
Yang dilengkapi dengan alat komunikasi dan peta pengamanan kebakaran.
·   Menyediakan air untuk pemadam kebakaran
·   Mempersiapkan personil secukupnya untuk melaksanakan pengendalian kebakaran.
4.    Penjarangan
Untuk memberikan ruang tumbuh yang optimal dan untuk memperoleh tegakan akhir yang berkualitas tinggi, perlu dilakukan penjarangan, penjarangan untuk tegakan jabon dimulai pada umur 3 tahun dan dilakukan pengulangan pada setiap 3 tahun sampai umur 15 tahun. Selanjutnya setiap 5 tahun sebelum penebangan (akhir tahun).

  1. Kualitas dan kegunaan kayu jabon (Anthocephalus cadamba)
Tanaman ini dapat ditanam sebagai tanaman orrnamental dan tanaman pelindung. Di Kalimantan dan Sumatra, jenis tumbuhan ini dipergunakan untuk permudaan alam seperti pada areal bekas tebangan, bekas perladangan dan di tempat-tempat terbuka lainnya.
Kayu jabon digolongkan dalam kayu kelas IV dan V. Kayu kelas ini memiliki tingkat kekuatan dan keawetan kayu yang rendah, hal ini dikarenakan tingkat kepadatan kayu yang rendah yakni 0,42 g/cm3, pada kadar air 15%. Nilai itulebih tinggi daripada kepadatan sengon yang hanya mencapai 0,33 g/cm3. Kayu dengan kepadatan rendah tidak kuat menahan beban berat sehingga tak cocok digunakan sebagai penyangga dalam kontruksi bangunan berat.

A.    Kualitas
1. Kayu tidak berbau.
2. Mata kayu sedikit, batang bebas cabang sampai 60%.
3. Tidak banyak cacat berupa pecah dan retak ujung.
4. Tidak Mudah (tidak banyak) mencekung.
5. Mudah dalam pengolahan dan Pengerjaan, hasil pengujian sifat pemesinan menunjukkan bahwa :
·         Mudah dikeringkan
·         Mudah dipotong
·         Mudah diketam
·         Mudah dipaku
·         Mudah dibor
·         Mudah direkatkan
·         Mudah dibentuk
·         Mudah diamplas dengan hasil yang sangat baik.
·         Kulit batang mudah dikupas

6. Penyusutan kayu rendah Pada penyusutan sampai kadar air 12% adalah:
·         penyusutan radial 3,0%,
·         penyusutan tangensial 6,9%
7. Keterawetan kayu jabon masuk dalam kelas sedang, sangat mungkin dimanfaatkan oleh industri kayu.
·         kayu jabok tidak bobok oleh serangga.
·         daya tahan terhadap rayap kayu kering, masuk kelas II.
·         daya tahan terhadap jamur pelapuk kayu, masuk kelas IV-V.

B. Kegunaan
·         Bahan bangunan non-konstruksi
·         Bahan Baku Industri Furniture
·         Bahan Interior Ruangan
·         Papan cetakan beton
·         Sangat cocok untuk profil dari kayu Kayu Jabon ringan, memiliki sifat kayu yang lunak dan serat lebih halus, hingga mudah dalam pengerjaaan menggunakan tangan ataupun mesin.

Sebagai kontruk untuk jangka waktu pendek jika belum dilakukan proses fungisida (kayu Jabon tidak tahan terlalu lama bila di luar ruangan karena mudah diserang jamur biru).

Kayu jabon mempunyai keteguhan gesek, keteguhan pukul dan cukup ringan, sangat cocok untuk bahan pembuatan :
·         Peti Pembungkus, Palet, Peti Kemas atau Paking Box
·         Alas Sepatu
·         Kerajinan Tangan Berupa Hiasan atau Mainan
·         Batang Korek Api, Slet / Pinsil dan Sumpit.

Kayu Jabon memiliki kandungan selulosa cukup tinggi ± 52.4%, sangat cocok sebagai bahan baku kertas/pulp serat pendek yang memproduksi kertas kualitas sedang. Sangat cocok sebagai Veneer (bahan baku Kayu Lapis)
·         memiliki serat yang harus, berwarna putih agak kekuningan dan berat kayu yang tergolong ringan, cocok sebagai lapisan luar kayu lapis
·         bentuk batang silindris, sehingga tidak banyak kayu yang terbuang saat pengupasan dengan mesin rotary.
·          mempunyai tingkat keuletan (karena seratnya yang panjang) sehingga veneer yang dihasilkan tidak mudah robek atau patah.
·         perekatan veneer kayu jabon dengan urea formal dehide menghasilkan kayu lapis yang memenuhi persyaratan standar Indonesia, Jepang dan Jerman. seperti yang sudah digunakan oleh perusahaan plywood di kabupaten Cirebon, Jawa Barat.

  1. Permasalahan Pemasaran Kayu Jabon (Anthocephalus cadamba)
Permasalah yang sering terjadi pada pemasaran kayu jabon ini adalah surat legalitas kayu, dengan adanya surat ini kayu jabon yang sudah siap dipasarkan akan dapat secara bebas dipasarkan. Tetapi pada kenyataannya pemerintah masih mempersulit pengeluaran surat ijin ini sehingga para petani jabon terpaksa menebang pohon milik mereka sendiri dengan illegal, sehingga pada saat pemasaran harga untuk kayu yang tidak memiliki surat ijin menjadi lebih murah dari harga sebenarnya, bukan hanya masalah harga, jangkauan pemasaran kayu jabon yang tidak memiliki surat ijin ini menjadi lebih sempit dari pada kayu yang memiliki surat legalitas kayu, hal ini dikarenakan surat ijin tadi, tanpa surat ijin kayu tidak akan mudah dipasarkan karena kayu tersebut illegal atau orang akan menganggap kayu tersebut adalah kayu yang berasal dari hasi illigal logging atau pembalakan liar, sehingga jarang para penampung kayu mau menerima kayu hasil illegal logging,memang ada para penampung yang mau menerima kayu illegal tapi dengan harga yang sangat murr yang akan merugikan para petani jabon ini.
Sebagian besar petani masih merasa enggan menanam tanaman ini karena belum mengetahui perawatan dan pengelolaannya, serta yang paling penting pemasaran ketika tanaman tersebut siap panen. Pemasaran memang terlihat sulit bagi beberapa petani yang belum mengetahui secara penuh tentang pohon ini. Di beberapa kota dan desa, selain bibit yang mahal, masalah pemasaran masih dianggap sesuatu yang paling penting yang menjadi alasan mengapa petani tidak menanam pohon Jabon.


BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
1.      Jabon (Anthocephalus cadamba) Merupakan salah satu jenis kayu yang pertumbuhannya sangat cepat dan dapat tumbuh subur di hutan tropis dengan ketinggian 0 – 1000 m dpl.
2.      Kualitas kayu jabon Kayu tidak berbau, mata kayu sedikit, batang bebas cabang sampai 60%, tidak banyak cacat berupa pecah dan retak ujung, tidak Mudah (tidak banyak) mencekung dan sudah dalam pengolahan dan Pengerjaan, hasil pengujian sifat pemesinan.
3.      Kegunaan kayu jabon adalah Bahan bangunan non-konstruksi, bahan Baku Industri Furniture, bahan Interior Ruangan, papan cetakan beton dan sangat cocok untuk profil dari kayu.
4.      Permasalah pada pemsarn kayu jabon ini adalah susahnya dalam pengurusan surat legalitas kayu dan kemana kyu ini akan dipasarkan.


DAFTAR PUSTAKA
Dephut. 1999. Panduan Kehutanan Indonesia. Dephut. Jakarta.
Dept. Silvikultur. 2010. Seminar dan Pelatihan Peluang Investasi Hutan Rakyat Jabon. Dept. Silvikultur IPB. Bandung.
Harsono, M. 2009. Teknik Silvikultur Tanaman Jabon. Diakses dari: [http://harsono.blogspot.com.2009.teknik silvikultur tanaman jabon/] [22/06/2013 18.00 Wib].

Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia. Jilid III. Badan Litbang Kehutanan. Jakarta.

Hildalita. 2009. Penggunaan Sludge Pabrik Kopi dalam Produksi Semai Jabon (Anthocephalus cadamba Roxb Miq.). Dept. Silvikultur IPB. Bandung.

Mardiningsih, O. 2002. Tehnik kultur in vitro dan variasi genetik jabon (Anthocephalus cadamba Roxb.) Skripsi. Jurusan Manajemen Hutan. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian. Bogor. Tidak Diterbitkan.

Siswanto, A. 2010. Silvikultur Jabon. Diakses dari : [ http: iman56.blogspot.com 2010 10 silvikultur jabon anthocephalus cadamba] [22/06/2013 18.00 Wib].

Blogger templates

Blogger news

Blogroll

Blogger templates

About